Dini hari, pukul 02.00 WIB 15 Desember 2022 atau pukul 22.00 Waktu Qatar masih tanggal 14 Desember, akan menjadi momen yang bersejarah baik bagi Maroko maupun Perancis. Â Buat Maroko ini adalah penampilan pertama mereka di semi final Piala Dunia. Maroko bukan hanya mewakili negerinya ataupun dunia Arab, tetapi juga mewakili seluruh benua Afrika, dan bahkan Asia Afrika secara lebih luas. Â Bahkan ada juga yang mengatakan Maroko mewakili dunia Islam serta negeri-negeri yang pernah terjajah.
Sementara, lawannya adalah Perancis, juara bertahan yang mewakili Eropa sekaligus beban sejarah sebagai salah satu negeri yang di zaman lampau pernah menguasai banyak negara di sudut-sudut bumi, terutama di benua hitam Afrika. Â Ibaratnya pertandingan in adalah mewakili antara tanah terjajah dan mantan penjajah, dunia ketiga dan negara maju, Asia Afrika melawan Eropa, dan bahkan bagi sebagian golongan, Islam vs Non Islam. Â
Mau tidak mau, walau sepak bola hanya sebuah permainan yang melibatkan 11 orang dalam masing-masing tim yang memperebutkan sebuah bola yang dikejar dan ditendang dengan tujuan memasukkannya ke gawang lawan, olah raga paling populer sejagat ini pun tidak dapat seluruhnya dipisahkan dari politik, serta sekian banyak identitas dan merek yang disematkan ke para pemain dan pasukan yang dibelanya. Dalam hal ini adalah Maroko dan Perancis.
Kedua tim, mewakili dua negara yang secara historis menanggung luka sejarah yang sama. Yang satu sebagai mantan negeri terjajah dan yang satunya sebagai mantan penjajah. Untuk lebih jauh mengenal hubungan kedua negara, ada baiknya kita sejenak kembali ke abad lampau.
Konon kolonialisme di Maroko dimulai pada 1912 ketika Perancis menandatangani Perjanjian Fez bersama Sultan Abdul Hafiz yang menyatakan Maroko sebagai negeri protektorat di bawah kekuasaan Perancis. Â Secara perahan tapi pasti, Perancis pun kemudian menancapkan kuku kolonial nya di negeri Magribi itu. Â Dan bahkan pada saat Perang Dunia I, ada lebih dari 40 ribu prajurit Maroko yang bertempur untuk Perancis sebagai tentara kolonial.
Namun seiring dengan berjalannya waktu, Gerakan kemerdekaan mulai tumbuh di Maroko sekitar Perang Dunia II, Bahkan Partai Istiqlal sempat mendeklarasikan kemerdekaan Maroko pada 1944 yang tentu saja tidak diakui baik oleh Perancis maupun dunia internasional. Â Pada 1952 sempat terjadi pergolakan di Casablanca yang juga langsung dipadamkan oleh Perancis. Akibatnya baik partai komunis maupun partai Istiqlal dinyatakan sebagai partai terlarang dan Sultan Muhamad V diasingkan ke Madagaskar.
Waktu terus berjalan, Gerakan anti kolonial terus bergulir sehingga Perancis akhirnya mengizinkan sultan Muhammad V Â untuk kembali ke Maroko dan kemerdekaan Maroko dideklarasikan pada November 1955. Â Status Maroko sebagai protektorat Perancis pun berakhir pada Maret 1956. Â Maroko merdeka secara penuh dari Perancis.
Namun pada awal-awal kemerdekaan, pengaruh Perancis baik secara ekonomi dan budaya tidak begitu saja dapat dilepaskan oleh Maroko. Â Pada 1973 Raja Hassan II melakukan reformasi ekonomi ketika banyak perusahaan milik Perancis dinasionalisasi menjadi milik Maroko. Â Persis seperti yang dilakukan Indonesia di akhir dekade 1950-an. Â Bahkan pada dekade 1980-an dilakukan kebijakan Arabisasi terutama dalam dunia pendidikan ketika bahasa pengantar di sekolah dan universitas diubah dari Bahasa Perancis ke Bahasa Arab. Â Singkatnya Maroko berusaha melepas bayang-bayang kolonialisme dari negerinya. Â
Namun hal ini sangat tidak mudah, bahasa Perancis masih menjadi bahasa kedua di Maroko setelah Bahasa Arab dan digunakan luas terutama oleh penduduk Maroko yang lebih terdidik. Bahkan akhirnya kebijakan Arabisasi dalam bidang pendidikan ini kemudian di kembalikan untuk bidang -bidang sains dan teknologi.
Secara ekonomi, ketergantungan Maroko terhadap Perancis masih cukup besar dan hubungan benci tapi cinta dan perlu ini pun dipertahankan terus hingga saat ini. Â Bahkan hingga saat ini Perancis masih menjadi investor no satu di Maroko. Â Bahkan Maroko juga menjadi satu-satunya negara Afrika yang telah memiliki kereta cepat yang dinamakan Al-Bouraq yang dibangun dengan bantuan Perancis.