Jalan-jalan di Studio Gamplong belum selesai. Â Setelah mampir ke Rumah Annelis dan seakan-akan bertamasya kembali ke era akhir abad ke XIX dalam film Bumi Manusia, saya kemudian melihat0lihat lagi tempat keramaian di Studio ini. Â Banyak replika bangunan yang menggambarkan situasi dari zaman lampau seperti toko-toko Tionghoa dan juga suasana kota-kota di era Hindia Belanda.
Salah satu tempat yang harus dikunjungi sesuai tiket yang sudah dibeli adalah Museum atau Rumah Ainun Habibie yang merupakan salah satu tempat syuting Film Ainun Habibie 3. Â Seperti biasa, tempat ini dijaga seorang gadis manis penjaga tiket yang mengucapkan selamat datang.Â
Begitu masuk ke dalam rumah, sebuah beranda berbentuk bar langsung menyambut. Ada hiasan dan peralatan tempo dulu seperti perangkat telepon dan juga deretan botol minuman yang khas dan memberikan nuansa unik. Â Yang menarik juga adalah lantai rumah ini yang terbuat dari ubin dengan motif yang khas dari zaman kolonial.
Masuk ke ruang tengah, saya terpesona dengan bentuk tangga yang ada di samping dinding dan di sisi tangga banyak dipajang foto-foto tentang kehidupan Habibie dan Ainun serta juga Sebagian mengenai sutradara Hanung Bramantyo. Â Tidak lupa banyak juga bufet dan botol=botol serta piringan hitam yang berbaris rapi di tembok berwarna putih. Â Sebagai pemanis digantung banyak lampion warna merah yang menghias langit-langit dan memberikan sedikit nuansa ketionghoaan.
Selain itu di salah satu ruangan juga ada banyak dipajang di dinding keris-keris. Â Dipajang dengan rapi dalam rak yang bersusun-susun vertikal dan horizontal sehingga memberikan efek visual yang memanjakan mata. Â Konon, Sebagian keris ini juga pernah dipakai dalam syuting film Ainun Habibie 3 tersebut.
Di lantai dua juga ada ruang kerja Ainun yang ditata lengkap dengan perabotan sesuai dengan zaman dalam kisah film itu, yaitu tahun 1960-an. Ada bola dunia dan mesin tik jadoel. Bahkan di sebelahnya ada ruangan yang memiliki nuansa kedokteran lengkap dengan alat-alat dan juga replika tubuh manusia.
Selain itu, ada juga sebuah teras nan cantik dengan meja dan kursi serta aksesori berbentuk pajangan dinding tanduk manjangan yang sangat cocok. Â Sebuah teras lainnya berisi kursi dan meja kayu dengan botol minuman dan gelas di atasnya. Â Pemandangan di luar adalah kota buatan studio alam Gamplong yang unik dan membuat pengunjung serasa terlempar ke dunia dan zaman lain. Uniknya mengapa harus banyak ada hiasan botol minuman di museum ini?
Puas melihat-lihat di dalam rumah, saya kemudian bersantai di jalan raya utama studio Gamplong sambil melihat-lihat pemandangan yang unik. Selain trem yang hilir mudik, ada mobil tua dan juga bangunan-bangunan bernuansa tua serta mengutamakan temoat hiburan seperti karaoke. Di sebuah bangunan model Tionghoa bertingkat dua, ada taksi warna kuning dan juga tulisan Obat Kuat Cung Wang.
Di tempat lain, ada juga warung yang menjual makanan Jadoel yang mengingatkan saya akan masa kanak-kanak dulu. Serta ada sebuah gerai atau pondok yang menjual Es Tebu. Satu gelas hanya 5 Ribu Rupiah. Lumayan menghilangkan rasa haus dan mengembalikan kesegaran setelah berjalan-jalan cukup lama.Â
"Verboden voor Honden en Inlanders, Priboemi dan Andjing Dilarang Masoek," demikian terpampang di dinding  dekat jendela pada salah satu bangunan yang ada di Studio Gamplong ini.  Tulisan ini membuat saya kaget dan bertanya-tanya.  Apakah memang di zaman Belanda dulu Inlanders dan anjing  dilarang masuk ke tempat-tempat tertentu.  Setidaknya, kunjungan ke studio ini bisa membuka cakrawala yang lebih luas kepada para pengunjung akan sebuah fakta sejarah yang banyak dilupakan banyak orang.  Ada baiknya  penggunaan kata priboemi dan inlander yang lazim di zaman dulu memang sangat tidak cocok lagi untuk digunakan pada saat ini.
Di antara deretan bangunan yang dibuat dengan setting jaman dulu, ada sebuah bangunan kecil yang digunakan sebagai musala. Â Di dinding di bangunan di sebelah musala ini juga ada pengumuman yang membuat saya cukup miris, yaitu "Dilarang Membuang Sampah Sembarangan, denda Rp. 100.000),". Rupanya untuk mencegah pengunjung membuang sampah, sampai harus ada ancaman denda.
Hari kian menjelang senja. Kalau sejak awal kunjungan, saya hanya mengamati trem tua yang lalu Lalang dari pintu masuk ke kawasan studio, kini tiba giliran saya untuk ikut naik. Kebetulan sudah membeli tiket dengan judul St. Soerabaja. Â Keunikan trem ini adalah hanya bisa maju mundur sehingga posisi pengendara sama sekali tidak berubah. Â Namun sekali lagi di dalam trem juga ada tulisan yang sama yaitu kewajiban memakai masker, dilarang merokok dan ancaman denda Rp.100.000.
Gamplongan, Yogya, Juli 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H