"Al Aeropuerto,"demikian kata saya kepada sopir taksi yang akan membawa kami dari Stasiun Puerta de Atoche menuju Bandara Barajas di Madrid. Â Hari itu adalah hari terakhir di Spanyol dan perjalanan di Eropa akan dilanjutkan ke London, Ibu kota Britania Raya. Â Perjalanan sendiri dimulai siang hari dari Cordoba dengan kereta cepat AVE (Alta Velocidad de Espana) menuju Stasiun Puerta de Atoche di Madrid.
"A Londres, Bristih Airways," saya kembali menjawab ketika sopir menanyakan apakah akan menuju terminal domestik atau internasional, dengan demikian sopir akan tahu kota tujuan dan juga terminal yang tepat. Sesampaunya di bandara ini, kami segera menukarkan sisa mata uang Peseta dengan Poundsterling Inggris.
Sebenarnya kami ingin naik pesawat sore yang menuju ke Bandara Heathrow di London. Bandara Heathrow memiliki lokasi yang lebih dekat ke pusat kota dan bisa di tempuh dengan tube atau kereta bawah tanah di London. Namun karena ada perubahan operasional kami tidak bisa naik pesawat yang ke London Heathrow sore itu sehingga kami harus menunggu pesawat berikutnya yang menuju ke Bandara Gatwick. Ini adalah penerbangan terakhir ke London malam itu.
Pesawat Boeing 757 British Airways kemudian tinggal landas dari Bandara Barajas dan menerbangi langit malam yang berawan ke arah utara, meninggalkan daratan Eropa menuju pulau Britania. Cuaca malam itu kebetulan kurang bersahabat dengan banyak kabut dan awan. Â Sepanjang perjalanan lampu tanda 'Fasten Seat Belt" lebih banyak dinyalakan. Â
Penerbangan terasa lebih lama dan menegangkan. Setelah lebih dua jam di udara, pesawat mulai mengurangi ketinggian dan siap-siap mendarat di Lapangan Terbang Gatwick. Saya sempat melihat ke luar jendela, namun pemandangan sama sekali gelap karena memang hanya awan gelap yang ada.
Dalam kegelapan malam, pesawat mendarat di landasan pacu dan segera bergerak menuju ke Terminal. Walau hari sudah mendekati tengah malam kami antre di petugas Imigrasi. Seorang perempuan muda menegur dengan ramah sambil membolak-balik paspor kami. Â Yang unik adalah seragam pertugas imigrasi yang terkesan santai, hanya memakai baju lengan panjang warna biru muda tanpa banyak hiasan atau tanda pangkat.
"A European vacation for the family," katanya sambil tersenyum dan memberikan stempel. Mungkin dia juga telah melihat setumpuk tiket dengan tujuan Edinburg dan kemudian Hong Kong sebelum kami kembali ke Jakarta.
Sebagaimana biasa, malam itu di terminal kami baru memesan hotel di pusat kota London. Yang penting lokasi nya di dekat stasiun kereta bawah tanah yang di negerinya Ratu Elizabeth ini disebut Tube atau London Underground. Tentu saja untuk sebisa mungkin menghindari naik London Taksi yang terkenal menguras kantong.
Namun malam itu memang tidak ada pilihan lain, selain sudah malam dan lelah, pilihan naik kereta dari Gatwick juga tidak bijak bila sampai di tengah kota di waktu yang sudah larut malam.Â
Kami naik taksi dengan jenis kendaraan yang lumayan mewah dengan sopir yang berjas dan menggunakan sarung tangan putih. Â Dan ketika sampai di hotel, ongkosnya sekitar 65 Poundsterling yang kala itu sekitar 100 USD. Wah lumayan mahal, tetapi di London memang tidak ada yang murah.