Taman Mini Indonesia Indah memang selalu bikin kangen. Tempat wisata di bilangan Jakarta Timur ini tidak pernah berhenti memberikan daya tarik dan pesonanya. Â
Walau kalau dihitung-hitung sudah lebih belasan  kali  beta berkunjung ke sini sejak zaman keemasannya di abad lampau hingga kini, ketika usia TMII sudah lebih empat puluh tahun.  Rasanya masih banyak tempat yang belum sempat dikunjungi dan dinikmati lebih dekat lagi.
Karena itu, ketika ada kesempatan berkunjung ke TMII, khususnya Museum Penerangan Bersama KOMIK (Kompasianers Only Movie enthus(i)ast Klub) pada Sabtu, 26 Maret lalu, beta langsung daftar dan bertekad untuk hadir.Â
Selain untuk menikmati acara yang dijamin asyik, tentu saja untuk melepas rindu dengan teman-teman lama di KOMIK, seperti Mbak Dewi Puspa, Mbak Linda Herlina, Windu, dan juga sobat-sobat yang lain seperti Andre dan Valka. Â Maaf yang lain tidak bisa disebut satu per satu.
Sekitar pukul 9 pagi, beta sampai di Pintu 3 TMII. Dengan hanya menyebut kata kunci Komik dan Muspen di gerbang, akses masuk ke TMII terbuka lebar, tidak usah beli tiket lagi. Untuk menuju ke Museum Penerangan, tinggal buka aplikasi di gadget dan berjalan kaki sejauh sekitar 900 meter dalam waktu 10 menit.Â
Lumayan sekalian olahraga pagi. Walaupun ada yang menawarkan ojek, terpaksa ditolak dengan halus dan sopan. Walau  mendung menggelayut di langit Jakarta, hati tetap riang dan senang melangkah pasti menuju Museum Penerangan.
TMII yang beta masuki kali ini sangat berbeda dengan TMII sebelumnya. Â Renovasi atau mungkin restorasi dan modifikasi besar-besaran sedang berlangsung.Â
Sepanjang perjalanan kedua sisi jalan ditutup oleh seng pengaman. Gedung seperti Museum Indonesia dan beberapa paviliun juga tampak tutup dan sedang direnovasi. Â Kendaraan berat dan para pekerja sedang sibuk bekerja. Â Tugu Api Pancasila juga tertutup dan hanya bisa dinikmati dari kejauhan.
Memasuki halaman museum ini, Tugu Api Nan Kunjung Padam yang khas dan dikeliling 5 patung juru penerangan menyambut ramah. Ah sampai juga beta di tempat tujuan. Seorang satpam meminta untuk cek suhu badan dan kemudian mengantar ke beranda museum di mana beta melakukan registrasi.
Di Mini Theater, acara baru saja dimulai dengan pihak Museum Penerangan sedang memberikan kata sambutan dan ucapan selamat datang. Â Ada tiga acara pokok sejak pagi hingga siang atau sore nanti di Museum ini: pertama adalah keliling Muspen, kedua nonton bareng film Darah dan Doa, dan ketiga diskusi film setelah makan siang.
Singkat kata, rombongan KOMIK yang berjumlah sekitar 20 orang lebih siap untuk berkeliling museum. Â Di ruang utama museum, Mas Deyan, petugas museum sekaligus pemandu wisata sudah siap menjelaskan sekilas mengenai sejarah Museum Penerangan dan artefak serta benda-benda yang dipamerkan.
"Museum ini didirikan pada 1993 di zaman Presiden Suharto dan sempat mengalami pasang surut seusai perkembangan zaman," jelas Deyan memulai ceritanya. Â Di dalam museum ini, pengunjung dapat lebih mengenal berbagai jenis alat komunikasi dari masa ke masa, baik dari bentuk yang paling sederhana seperti kentungan, hingga surat kabar, majalah, radio, Televisi, film hingga era informasi yang serba canggih.
Perjalanan di Museum Penerangan dimulai dengan napak tilas melewati Lorong waktu layanan informasi dan komunikasi sejak era kerajaan kuno di Indonesia hingga saat ini.Â
 "Komunikasi massa dibagi dalam 5 bidang, yaitu pers dan grafika, penerangan umum, radio, televisi dan film," demikian Mas Deyan memulai penjelasannya sambal membawa kami melihat berbagai koleksi dan artefak berupa replika, patung, foto, diorama, dan koleksi asli benda-benda bersejarah dalam bidang komunikasi.
Benda pertama yang dipamerkan adalah sebuah kentungan tradisional yang merupakan alat paling sederhana dalam menyampaikan informasi di zaman dahulu yang mungkin juga masih digunakan hingga saat ini dalam berbagai bentuk.
Yang menarik juga dipamerkan sebuah mangkok merah yang merupakan media komunikasi tradisional suku Dayak yang biasanya digunakan untuk memberikan informasi dan komunikasi sehubungan dengan perang. Â Salah satu peristiwa yang terkenal alah Peristiwa Mangkuk Merah yang terjadi pada akhir 1967 di Kalimantan Barat.
Dalam tur singkat ini, kita dapat belajar sejarah singkat sejarah pers di Indonesia dan juga timbulnya studio radio sejak zaman pergerakan kemerdekaan hingga berdirinya Radio Republik Indonesia pada 11 September 1945. Â Â
Selain itu, banyak juga fakta mengenai sejarah lahirnya stasiun televisi pertama yaitu TVRI pada 1962 bersamaan dengan penyelenggaraan Asian Games ke 4 di Jakarta. Â Bahkan di museum ini juga kita dapat melihat foto Tim Piala Thomas Indonesia 1967 dengan Rudi Hartono muda yang kala itu harus kala dengan Malaysia 6-3 karena peristiwa Scheele yang kontroversial.
Bagi generasi milenial, nama Adam Malik mungkin kurang dikenal. Namun beliau adalah nama sosok fenomenal di Indonesia yang terkenal dengan slogan 'Semua bisa diatur' dan konon memulai kariernya sebagai seorang wartawan termasuk di Kantor Berita Antar.Â
Adam Malik sendiri mencapai puncak karier di dunia politik ketika terpilih sebagai wakil presiden pada 1978-1983. Â Nah di museum ini kitab isa menyaksikan sebuah sepeda motor Sepeda motor 49 cc Cyrus Sundapp ini telah berjasa memperlancar tugas-tugas Adam Malik.
Lalu bagi kalian yang pernah menjadi fans berat film Boneka Si Unyil, juga bisa melepas kerinduan dengan melihat Studio Si Unyil. Â Di sini kita bisa melihat kembali Si Unyil dan teman-temannya seperti Ucrit, Usroh, Meilani, Bunbun dan tentu saja tokoh seperti Pak Raden, Pak Ogah dan Mbak Bariah. Â Ah senang sekali melihat boneka lucu Si Unyil di museum ini, seakan-akan kita kembali ke tahun 1980-an. Â
Selain Televisi, kita juga sejenak bisa melihat sejarah perkembangan dunia perfilman di Indonesia yang tidak bisa dipisahkan dengan Bapak Perfilman Indonesia Usmar Ismail. Selain patung Usmar Ismail, ada juga display mengenai film Tiga Dara, dan bahkan ada juga kamera yang digunakan pada syuting film Darah dan Doa.Â
Di salah satu dinding, ada juga dipamerkan "Wall of Fame" yang menampilkan wajah-wajah pejabat Menteri Penerangan sejak zaman Mr. Arif Syarifuddin hingga Menkominfo saat ini Johnny Gerard Plate. Â Selain para pejabat ini ada juga foto tokoh-tokoh yang memainkan peran penting dalam dunia informasi di Indonesia.
Tidak terasa sudah satu jam lebih kami berkeliling di museum dan tibalah saatnya untuk kembali ke Mini Theater dan nonton bareng film Darah dan Doa alias The Long March karya Usmar Ismail. Sebuah film yang patut menjadi referensi dan harus ditonton oleh semua insan yang mengaku mencintai film Indonesia. Â Â
Untuk film ini, ada baiknya dibuatkan tulisan terpisah, namun kali ini ada baiknya dibahas bahwa walau bergenre film perjuangan, namun Darah dan Doa sendiri lebih menonjolkan sisi kemanusiaan dengan segala romantikanya. Terutama pada sosok utama film tersebut yaitu Kapten Sudarto yang bernasib tragis karena menjadi korban dari revolusi itu sendiri.
Setelah film selesai, kami beristirahat untuk makan siang dan juga salat. Makan siang di lantai dua yang merupakan sebuah aula terbuka dengan atap tinggi berupa sebuah kubah dengan gambar peta Indonesia yang megah. Â
Di sisi aula ini ada sebuah relief raksasa yang menceritakan secara singkat sejarah Museum Perjuangan. Â Di sosok sebelah kanan bagian bawah, terdapat relief Pak Harto dan Ibu Tien sebagai perintis TMII dan museum ini.
Sementara dipojok kiri ada komentar kurator museum mengenai sejarah komunikasi di Indonesia dan alasan mengapa Museum Penerangan menggunakan Api yang Tak Kunjung Padam atau Anantakupa sebagai lambangnya.
Acara belum selesai, masih ada satu lagi diskusi mengenai film-film Usmar Ismail yang akan dihadiri oleh keluarga Usmar Islami sendiri, yakni  Nureddin Ismail (Anak) dan Badai Saelan (Cucu).
Sebelum acara diskusi dimulai, Mimin Komik, Ahmad Humeidi menyampaikan sekilas presentasi tentang KOMIK dan juga berbagai buku yang telah diterbitkan KOMIK sekaligus berbagai rencana kerja KOMIK di kemudian hari.
Acara diskusi berlangsung meriah dengan banyaknya pertanyaan dari peserta mengenai sosok Usmar Ismail. Nureddin juga sempat berkisah tentang proses pengangkatan ayahnya menjadi pahlawan nasional yang sempat tertunda selama dua tahun karena Covid 19.
Keluarga mendiang Usmar Ismail ini juga membentuk semacam  komunitas yang Bernama Usmar Ismail Cinema Society dan dalam rangka Hari Film Nasional nanti akan mengadakan berbagai kegiatan. Salah satunya adalah pameran bertajuk Bung  Usmar Ismail dalam Sinema Indonesia  yang akan mempersembahkan foto-foto, puisi dan koleksi pribadi yang belum pernah diketahui publik. Pameran ini akan di selenggarakan di Dialogue di Kawasan Kemang.
Selain itu, juga akan diputar beberapa film karya Usmar Ismail seperti Darah dan Doa serta Lewat Jam Malam di bioskop Metropole di Menteng pada akhir Maret 2022 ini.
"Untuk mendaftar bisa follow Usmar Ismail cinema society di media sosial," ujar Dinka Nureddin Ismail, salah seorang cucu yang lain.
"Film yang paling saya suka adalah Harimau Tjampa," demikian jawab Badai Saelan ketika ditanya mengenai film favoritnya.
TMII, 26 Maret 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H