Bagi generasi milenial, nama Adam Malik mungkin kurang dikenal. Namun beliau adalah nama sosok fenomenal di Indonesia yang terkenal dengan slogan 'Semua bisa diatur' dan konon memulai kariernya sebagai seorang wartawan termasuk di Kantor Berita Antar.
Adam Malik sendiri mencapai puncak karier di dunia politik ketika terpilih sebagai wakil presiden pada 1978-1983. Nah di museum ini kitab isa menyaksikan sebuah sepeda motor Sepeda motor 49 cc Cyrus Sundapp ini telah berjasa memperlancar tugas-tugas Adam Malik.
Lalu bagi kalian yang pernah menjadi fans berat film Boneka Si Unyil, juga bisa melepas kerinduan dengan melihat Studio Si Unyil. Di sini kita bisa melihat kembali Si Unyil dan teman-temannya seperti Ucrit, Usroh, Meilani, Bunbun dan tentu saja tokoh seperti Pak Raden, Pak Ogah dan Mbak Bariah. Ah senang sekali melihat boneka lucu Si Unyil di museum ini, seakan-akan kita kembali ke tahun 1980-an.
Selain Televisi, kita juga sejenak bisa melihat sejarah perkembangan dunia perfilman di Indonesia yang tidak bisa dipisahkan dengan Bapak Perfilman Indonesia Usmar Ismail. Selain patung Usmar Ismail, ada juga display mengenai film Tiga Dara, dan bahkan ada juga kamera yang digunakan pada syuting film Darah dan Doa.
Di salah satu dinding, ada juga dipamerkan "Wall of Fame" yang menampilkan wajah-wajah pejabat Menteri Penerangan sejak zaman Mr. Arif Syarifuddin hingga Menkominfo saat ini Johnny Gerard Plate. Selain para pejabat ini ada juga foto tokoh-tokoh yang memainkan peran penting dalam dunia informasi di Indonesia.
Tidak terasa sudah satu jam lebih kami berkeliling di museum dan tibalah saatnya untuk kembali ke Mini Theater dan nonton bareng film Darah dan Doa alias The Long March karya Usmar Ismail. Sebuah film yang patut menjadi referensi dan harus ditonton oleh semua insan yang mengaku mencintai film Indonesia.
Untuk film ini, ada baiknya dibuatkan tulisan terpisah, namun kali ini ada baiknya dibahas bahwa walau bergenre film perjuangan, namun Darah dan Doa sendiri lebih menonjolkan sisi kemanusiaan dengan segala romantikanya. Terutama pada sosok utama film tersebut yaitu Kapten Sudarto yang bernasib tragis karena menjadi korban dari revolusi itu sendiri.
Setelah film selesai, kami beristirahat untuk makan siang dan juga salat. Makan siang di lantai dua yang merupakan sebuah aula terbuka dengan atap tinggi berupa sebuah kubah dengan gambar peta Indonesia yang megah.
Di sisi aula ini ada sebuah relief raksasa yang menceritakan secara singkat sejarah Museum Perjuangan. Di sosok sebelah kanan bagian bawah, terdapat relief Pak Harto dan Ibu Tien sebagai perintis TMII dan museum ini.