Seiring dengan berjalannya waktu, dan juga karena sudah berulang kali mampir dan membaca berbagai literatur tentang Borobudur, pemahaman, kecintaan dan minat saya akan Borobudur pun kian mendalam dan beragam. Tidak hanya sekedar pada deretan stupa di tingkat Arupadatu, melainkan juga ke sebagian kisah-kisah yang ada di deretan reliefnya yang bertingkat-tingkat itu. Saya juga mulai mengenal berbagai posisi mudra yang ada pada ratusan patung Buddha yang ada di seantero candi.
Kehadiran Museum Karmawibhangga dan Samudra Raksa di Taman Wisata  Candi Borobudur juga mempermudah saya untuk mengenal lebih dekat sejarah dan pernak pernik mengenai candi ini termasuk gambar panil relief Karmawibhangga, Unfinished Buddha dan juga chatra serta Kapal Samudra Raksa.
Penampilan perdana Sound of Borobudur yang diadakan bersamaan dengan Borobudur Cultural Feast pada 17 Desember 2016 lalu itu memperkenalkan 3 dawai hasil rekacipta ulang dengan meniru alat musik yang terdapat pada relief Karmawibhangga. Tiga dawai itu pun diberi nama yang eksotik yaitu: Gasona -- dawai dari relief nomor 151, Solawa -- dawai dari relief nomor 125, Â dan Gasola -- dawai dari relief nomor 102.Â
Penampilan perdana itu begitu menggugah dan seakan-akan membahanakan panggilan dari Bumi Shambara kepada dunia. Â Mewartakan sebuah kisah bahwa pada suatu masa, sekitar 13 abad lalu, Borobudur pernah menjadi pusat musik dunia. Â Sekali lagi ditegaskan bahwa Borobudur pusat musik dunia.
Para pelopor Sound of Borobudur ini kemudian membentuk sebuah wadah formal yaitu Yayasan Padma Sada Svargantara.  Mereka terdiri dari para pelaku seni yang sudah tidak asing lagi seperti Trie Utami, Ir. Purwa Tjaraka, Dewa Budjana, Ir. Rully Fabrian, Santi G. Purwa, dan Budi Setiawan (Budi Dalton). Hasilnya adalah Gerakan Sound of Borobudur yang bercita-cita bukan hanya mewujudkan kembali 3 dawai, melainkan seluruh atau paling tidak sebagian besar alat musik yang terpahat pada relief di Borobudur.  Tujuan nya adalah menghidupkan kembali alat-alat musik warisan zaman lampau untuk membahanakan berita bahwa Borobudur pernah menjadi pusat peradaban dan musik dunia.
Sebagai contoh jenis alat musik yang paling banyak ditemui pada relief adalah jenis perkusi yang termasuk idiofon atau alat musik pukul yang menghasilkan suara dari tubuh alat musik itu sendiri.  Gendang dalam berbagai bentuk baik kerucut atau  silinder  yang masih banyak dijumpai di Jawa maupun Sunda. Selain itu juga terdapat simbal yang berbentuk piring, juga  kenong dan genta.  Selain gendang juga ada berbagai jenis gambang yang terdapat dalam musik  karawitan yang ada di Jawa, Sunda dan Bali.
Untuk alat musik tiup atau aerofon, terdapat berbagai jenis suling, trompet, dan juga Kledi. Kledi merupakan alat musik yang dapat menghasilkan beberapa nada secara bersamaan. Alat musik ini sudah hampir punah dan  sekarang dapat ditemui di Kalimantan serta masih dimainkan oleh Suku Dayak.