Setiap kali ke Istanbul, saya selalu berkunjung ke tempat ini, baik dengan penjelasan pemandu wisata seperti pada kunjungan pertama dan kedua, maupun hanya untuk berjalan-jalan pada kunjungan ketiga dan keempat.Â
Sultan Ahmet Meydani, atau Lapangan Sultan Ahmet memang sudah ada di Istanbul sejak zaman baheula. Sejak kota ini masih bernama Konstantinopel pada era Byzantium , hingga zaman sultan-sultan Ottoman dan era Presiden Erdogan sekarang. Lapangan yang dulunya disebut Hippodrome ini memang tidak pernah berhenti menyihir siapa pun yang datang. Letaknya yang strategis tidak jauh dari ikon kota Istanbul seperti Masjid Biru dan Aya Sofia, membuat saya selalu ingin mampir ke sini.
Sore itu, merupakan senja terakhir di Istanbul sebelum tengah malam nanti kembali ke tanah air. Â Udara yang cerah dengan cuaca cukup bersahabat membuat jalan-jalan saya di kawasan Sultan Ahmet terasa sangat menyenangkan.
Baru kali ini saya mendatanginya lebih dekat dan memperhatikan secara lebih saksama. Bangunan berbentuk kubah yang memiliki struktur Baldachin ini hampir seluruhnya terbuat dari marmer warna putih kecuali delapan buah tiang dan kubah yang terbuat dari perunggu.
Dari air mancur saya terus berjalan di Hippodrome atau disebut juga At Meydani alias Lapangan Kuda. Dari kejauhan terlihat dua buah tugu atau obelisk yang menjadi ikon di lapangan ini.
Saya berjalan lagi menuju ke obelisk yang kedua. Namun sebelum itu berjumpa dengan sebuah tiang perunggu berwarna hijau yang berbentuk spiral.
Tiang ini disebut sebagai Serpent Column yang memiliki ketinggian sekitar 3,5 meter dan terlihat seperti badan tiga ekor ular yang saling melilit.  Menurut prasasti yang ada di dekatnya, sebenarnya ada tiga buah kepala ular yang sekarang sudah hilang.  Sebagian rahang kepala ular ini disimpan di Istanbul Archaeological Museums. Â