“Yuk foto bersama sebelum nobar”, segera peserta Komik Nobar dengan tajuk “Saatnya Sineas Perempuan Pegang Kendali di Kancah Film Nasional “ pun bergaya di depan Lau’s Kopi di Setiabudi One, kawasan Kuningan.
Kami semua kemudian segera naik eskalator menuju ke Studio 3 XXI. Mas Agung Han lalu membagikan tiket untuk nonton film “Satria Heroes: Revenge of Darkness”. Film ini bercerita tentang super hero yang mengingatkan saya akan “Power Ranger”. Ternyata film ini merupakan laga sains fiction hasil kerjasama Jepang dan Indonesia. Lumayan seru dan menghibur.
Film selesai, dan para kompasianer bubar jalan. Fikiran kilas balik ke pagi hari. Sabtu, 6 Mei 2017. sekitar pukul 9.30, saya mulai berjalan perlahan di lorong gedung Setiabudi One, mencari cafe Lau’s Kopi. Sesampainya disana, acara belum dimulai, namun sudah lumayan banyak kompasianers yang ada. Registrasi berjalan lancar. Sekeping kartu Flazz Bank Danamon menjadi suvenir yang pas untuk pagi itu. Lumayan untuk beli minuman atau juga naik busway. Sementara sebuah bingkisan kecil bersi tas warna coklat muda dipersembahkan juga oleh Prima, yang merupakan mesin ajaib yang berfungsi sebagai mak comblang bagi berbagai jenis kartu ATM di Indonesia.
Waktu menunjukan sekitar pukul 10 pagi, acara pun dimulai. Acara yang membicarakan tentang perempuan dan film Indonesia. Acara yang didukung oleh Danamon menginspirasi dan ternyata memang penuh dengan inspirasi. Acara dimana perempuan-perempuan muda yang hebat dan bergerak di dalam dunia perfilman boleh bercerita tentang peran dan sumbangsihnya bagi kemajuan film Indonesia.
Nara sumber pertama adalah mbak Swastika Nohara, perempuan muda yang berprofesi sebagai penulis skenario ini bercerita panjang lebar tentang peran perempuan dalam film Indonesia. Rentang masanya pun tidak tanggung-tanggung. Dari masa kolonial Belanda ketika ada seorang bintang film perempuan yang sangat terkenal yaitu Roekiah dengan filmnya Terang Boelan (1937) sampai perempuan-perempuan hebat masa kini yang bukan saja berperan sebagai bintang tetapi juga sebagai sutradara dan peran-peran lainnya.
“Film Indonesia sekarang itu KAYA. Temanya beragam, kualitasnya juga beragam, mau pilih yang bagus atau yang haha-hihi garing doang juga ada”, demikian jawab mbak Swastika ketika ditanya bagaimana menjabarkan film Indonesia dengan hanya satu kata. Mbak Swastika juga dengan sedikit malau-malu menceritakan bahwa sebagai seorang penulis skenario bayarannya bisa ikut berlipat kalau filmya ternyata laris. Karena itu, penulis skenario juga selalu berusaha dengan sekuat tenaga untuk mempromosikan filmnya.
Diskusi dan talk show menjadi lebih hidup bersama mbak Balda Fauziyyah, seorang blogger yang khusus menulis dan memberi peringkat film-film yang tayang di bioskop-bioskop. Mbak Balda , perempuan muda yang enerjik berkisah tentang hobby nontonnya sehingga sampai memiliki laman khusus untuk resensi film indonesia ulasanfilm21.com.
Dengan bersemangat mbak Balda bercerita tentang pengalamannya menonton film Indonesia dan juga membagi rahasia menulis review. Salah satu triknya adalah jangan pernah menghakimi suatu film dengan hanya melihat trailernya saja. “Banyak Trailer yang menipu”, demikian pesan dari Mbak Balda.
Acara komik ini juga dimeriahkan dengan lomba tweet dengan tagar “Komik Nobar”, “Danamon Menginspirasi”, “Saatnya Pegang Kendali” dan “Danamon Prima”. Sepanjang acara ,kompasianer juga asyik mentweet sambil mendengarkan celotehan nara sumber dan moderator yang seru banget.