Dublin, Kami datang! Walau cuaca di pertengahan Maret masih cukup dingin menusuk tulang, semangat untuk mengunjungi masjid-masjid di pulau yang terletak di sebelah sudut barat laut benua Eropa membuat tubuh tetap penuh gairah dan semangat . Semangat untuk menemukan yang baru.
Dari pusat kota yang namanya konon berasal dari Bahasa Irlandia kuno dan berarti Kolam Hitam ini perjalanan dimulai. Jembatan-jembatan nan cantik menghiasi sungai Liffey yang membelah kota yang memiliki nama modern yang eksotik yaitu Baile Atha Cliath. Dublin bus yang semuanya bertingkat dan berwarna kuning biru hilir mudik ke seantero kota. Kami berada di dalam Bus no 11 yang menuju ke Sandy Ford di sebelah selatan Dublin. Tujuannya kawasan Clonskeagh dimana terdapat Islamic Cultural Centre of Ireland.
Naik bus di Dublin cukup nyaman, cukup membayar dengan menggunakan kartu hijau yang bernama Leap Card. Kalau menuju menjauh dari pusat kota, ongkosnya mulai 1.5 Euro sampai sekitar 3 Euro tergantung jauh dekatnya perjalanan. Karenanya kita harus menyebutkan tujuan kita kepada pengemudi. Bisa juga membayar menggunakan uang logam, nanum harganya menjadi lebih mahal karena dimulai dari 2 Euro untuk jarak dekat. Walaupun perjalanan di dalam zone pusat kota bisa lebih murah yaitu sekitar 75 sen Euro saja.
Asyiknya lagi, kta juga dapat menikmati wifi gratis sehingga bisa menyimak perkembangan perjalanan sambil mendengarkan nama-nama halte yang diucapkan melalaui rekaman dalam Bahasa Irlandia dan Inggris. Sekitar 25 menit perjalanan. Rekaman bus menyebutkan nama Clonskeagh, Islamic centre. Saya segera menekan tombol berhenti dan dalam waktu sekejap sudah berada di halte. Sedikit celingak celinguk memandang sekitar mencari tempat yang dituju karena yang terlihat hanya halaman yang luas dan pagar.
“Excuse me. Where is the entrance gate?”, saya bertanya setengah berteriak kepada seorang lelaki berumur 30 tahunan yang sedang berada di halaman. Dia menunjuk ke arah utara lagi. Kira-kira 50 meter berjalan, barulah ditemukan pintu gerbang menuju tempat ini.
Saya memasuki halamannya yang luas, di sebelah kiri ada sebuah pos satpam yang dilengkapi beberapa kamera serta CCTV. Di kacanya tertempel beberapa pengumuman dalam Bahasa Arab. Jalan yang cukup mulus mengantar menuju ke bangunan utama. Sementara rerumputan hijau membentang di sekitar bangunan. Sebagian pepohonan dihias membentuk hurup Hijaiyah “Masjid” dan di bawahnya Huruf Latin “ ICCI”.
Berjalan mendekati masjid. Ada dua orang sekuriti bewajah Timur Tengah menegur ramah. Salah satunya menunjukan tempat sholat untuk wanita yang berada di bagian belakang, sementara untuk lelaki berada di gedung utama yang terletak di lantai dua.
Di dinding tergantung beberapa kotak yang sesuai dengan tujuannya masing-masing yaitu untuk zakat, tabara’at atau sumbangan, sadaqah, dan kafarat. Kafarat ini ternyata merupakan denda yang harus dibayarkan ummat Islam bila melanggara larangan Allah. Singkatnya sebagai penebus dosa.