Setelah berkendara sekitar satu jam lebih dari kota Bandar Lampung melalui jalan lintas Sumatera arah ke pelabuhan Bakauheni, ada pertigaan bercabang ke arah Kalianda, ibu kota kabupaten Lampung Selatan. Sebuah masjid megah dengan kubah berbentuk intan menyambut di sebelah kiri jalan. Terlihat baru, megah dan mewah serta pantas dinamakan Masjid Kubah Intan.
Majid Kubah Intan Kalianda|Taufikuieks
Namun tujuan pejalanan kali ini bukanlah ke masjid, melainkan ke tempat pemandian air panas Way Belerang. Lokasinya sekitar 15 menit dari pusat kota Kalianda di kaki Gunung Rajabasa. Perjalanan terasa agak mendaki dimulai kira-kira 2 kilometer sebelum tempat pemandian ini. Sesekali, aroma belerang mulai tercium ketika jarak pemandian kian dekat.
“Wisata Way Belerang”, demikian tertulis di atas pintu gerbang jalan utama menuju kompleks pemandian. Setelah itu, sebuah pos penjagaan yang menjual tiket masuk sudah menanti. Harga tiket masuk cukup ekonomis: IDR 10.000 per orang dan parkir kendaraan IDR 5000. Sebuah papan bertuliskan “Kolam Renang Way Belerang” juga terpampang di pos ini, lengkap dengan daftar harga tiket masuk.
Kendaraan segera menepi ke tempat parkir. Serombongan perempuan menyerbu dan menawarkan dagangan berupa sabun belerang. “
Untuk mandi di kolam, sepuluh ribu saja”, demikian bujuk rayu mereka sambil terus menawarkan sabun berwarna putih yang dibungkus plastik kecil. Akhirnya satu bungkus sabun belerang pun berpindah tangan.
Di halaman depan, juga banyak penjual kelapa muda yang meletakan barang dagangan begitu saja di tepian jalan. Terlihat hijau kuning menyegarkan. “
Barangkali lebih nikmat kalau diminum setelah mandi air panas saja “, pikir saya dalam hati.
atap dan rangka berkarat|Taufikuieks
Sebelum masuk ke kolam, tujuan pertama adalah tempat ganti pakaian. Sederhana dan tampak sedikit kurang terawat. Bahkan sebagian atapnya yang sudah rusak sehingga kita bisa memandang langit. Terlihat kerangka baja ringan yang sudah lapuk tergerus karat. Kemungkinan besar uap sulfur yang berkombinasi dengan baja membentuk garam sulfat yang bersifat korosif. Demikian juga nasib sebuah lampu yang tampak rapuh tergerus karat.
Namun, suasana di kolam pemandian terasa jauh lebih cerah. Airnya biru bersih dan jernih. Ada tiga buah kolam . Dua kolam dewasa dan satu kolam anak-anak . Ketika dicoba tingkat kehangatan air, terasa hangat dan menyegarkan. Sangat nyaman baik untuk sekedar berendam maupun berenang dengan santai.
Kedalaman air di kolam utama sekitar 1,70 meter. Dasarnya terbuat dari bebatuan alam dan di bagian tengah terdapat sumber air panasnya yang terus mengalir dan menimbulkan buih-buih kecil ketika bercampur dengan udara . Tidak terlalu banyak pengunjung di siang itu. Dan beberapa orang nampak sedang asyik meluluri seluruh tubuhnya dengan sabun belerang. Wajah dan tubuh menjadi putih sehingga nampak bagaikan
hanoman di kolam renang.
Setelah puas bermain air, ternyata kita juga dapat langsung memesan kelapa muda . Cukup menunggu sekejap, kelapa yang segar sudah siap santap dan dinikmati di tepi kolam. Bayarnya bisa nanti setelah ganti pakaian. Dan harganya juga hanya IDR 5.000 per butir. Jauh lebih murah dibandingkan di Jakarta atau tempat
wisata lain di Lampung.
Selepas ganti pakaian, tiba waktunya untuk mampir sebentar di mushollah kecil yang ada di depan pemadian Way Belerang. Ketika berjalan kembali menuju kendaraan, salah seorang wanita penjual sabun belerang kembali menawarkan dagangannya.
“Sabun belerangnya untuk oleh-oleh santrinya pak ustadz”, demikian tawarannya ketika dijawab bahwa tadi sudah sempat beli sabun belerang. Wah, bagaimana dia bisa tahu kalau salah seorang dari kita memang ustadz dan bahkan memiliki banyak santri? Ada-ada saja cara penjual untuk merayu calon pembeli!
Lihat Travel Story Selengkapnya