Kembara kali ini di Pulau Pinang dimulai dari kawasan Bayan Lepas yang terletak di bagian tenggara pulau yang menurut penduduk lokal bentuknya mirip kura-kura. Dari depan mal terpanjang di Malaysia yaitu Queensbay Mal, bus Rapid Penang no 401 E rute Belakang Pulau - Jeti meluncur mulus menuju pusat kota George Town melewati jalan bebas hambatan “Lebuh Raya Tun Dr Lim Chong Eu” dan akhirnya sampai di jeti alias dermaga kapal ferry yang berlayar ulang alik menuju ke daratan semenanjung.
Setelah menunggu sekitar 10 menit ferry Pulau Kapas mulai berlepas mengarungi selat sempit yang memisahkan Pulau Pinang dari daratan utama Malaysia. Di kejauhan tampak beberapak\ kapal lain dan juga bangunan-bangunan di Pulau Pinang yang semuanya terlihat samar-samar. Perjalanan hanya berlangsung sekitar 15 menit saja dan ferry pun berlabuh di Butterworth.
Pelabuhan Butterworth sendiri merupakan kompleks “3 in 1”, dimana selain ferry, tinggal berjalan kaki saja kita akan sampai di stasiun kereta api dan bus yang bisa membawa kita ke Kuala Lumpur dan bahkan juga kearah utara yaitu stasiun Padang Besar dan terus ke Thailand.
Yang paling menarik di tempat menunggu ferry banyak sekali pengumuman tentang OKU. Mula-mula saya berfikir bahwa OKU adalah singkatan Ogan Kemiring Ulu yang merupakan salah satu kabupaten di Sumatra Selatan. Namun setelah melihat ada sebuah tulisan OKU dengan gambar orang pakai kursi roda, saya makin penasaran lagi. Kepanjangan singkatan baru terjawab setelah bertemu dengan pengumuman di dinding “Kawasan menunggu untuk Orang Kurang Upaya dan wanita mengandung”.
Sampai disini, kita dapat menikmati perjalanan ferry dengan gratis, dan saya sempat sebentar meninjau suasana stasiun Butterworth yang terlihat sepi, namun bersih dan teratur. Di depan loket ada juga pelayanan “Tren Shuttle KTM Komuter Sektor Utara”, yang melayani kawasan sekitar Butterworth seperti Kamunting dan Gurun. Sementara di terminal bis, selain Rapid Penang yang melayani rute sekitar Butterworth, kita juga bisa pergi sampai ke Kuala Lumpur dan kota-kota lainnya.
Setelah sejenak mengintip situasi stasiun dan terminal bus di Butterwrth, Saya kembali menuju terminal ferry. Ternyata untuk masuk ke ruang tunggu, kita harus melewati “pintu putar” dengan memasukan uang RM.1.20. Kalau tidak punya uang logam, ada kounter untuk menukarnya. Di ruang tunggu juga ada vending machine yang menjuall minuman ringan seharga RM1 atau RM2.
Perjalanan kembali ke Pulau Pinang dengan ferry Pulau Angsa terasa lebih mengasyikan karena di geladak tidak terdapat sebuahpun kendaraan alias kosong mlompong. Penumpangpun jumlahnya tidak terlalu banyak, mungkin sekitar 50 orang saja. Sementara untuk yang arah George Town Butterworth saya melihat antrian kendaraan yang akan naik.
Sesampainya di jeti, saya menuju terminal bus dan secara tidak sengaja melihat bus Rapid Penang yang bertulisakan CAT Hopon Hop off dan Free Shuttle . Di bagian belakang bus tertulis amaran atau saran “Sila beri laluan kepada bas” dan juga merek bus yaitu “Scania”. Wah ternyata sama mereknya dengan busway yang baru di Jakarta.
Rupanya bus gratis ini mengambil rute berputar dan berhenti di 19 halte yang semuanya bertanda “Central Area Transit atau CAT” dan diberi nomer. Di dalam bus di setiap halte diberikan keterangan tempat-tempat wisata mana saja yang bisa dikunjngi di sekitar halte tersebut. Salah satunya adalah halte nomer 7 “Lebuh Muntri” dimana kita bisa berkunjung ke “Old Protestant Cemetery” untuk bertandang ke makam “Sir Francis Light” yang mendirikan kota George Town.
Bus berjalan terus dan akhirnya sampai di halte no 8 “Lebuh Campbell” dimana akhirnya saya rurun dan terus berjalan kaki sambil menikmati pemandangan dan suasana di kota tua yang menjadi “Tapak Warisan Dunia” atau World Heritage Site sejak 2008 lalu ini.