Kota Quanzhoumerupakan salah satu kota tua yang tertelak di tepi pantai timur Propinsi Fujian dan menurut kisah merupakan kota awal jalurjalan sutra melalui laut yang menghubungkan dunia timur dan barat pada masa lalu. Singkatnya Quanzhou adalah pelabuhan laut dan ujung timur jalan sutra. Tidak mengherankan kalau dalam bahasa Arab kota ini disebut dengan nama Zaitun dan arkian menjadi asal muasal kata satin.
Di kota in, pada jaman kejayaan Dinasti Sung, tinggal banyak sekali komunitas internasional baik dari Arab, Timur Tengah ,maupun Persia, karenanya kalau kita bertamasya di pusat kota Quanzhou, kita masih dapat melihat sebuah masjid yang dibangun pada tahun 1009, bergaya Arab dan arsitekturnya mirip dengan masjid terindah di Damaskus.Masjid ini dinamakanMasjid Qingjingatau terkenal juga dengan nama Masjid Ashab.
Masjid yang terletak di Tumenjie atau Jalan Pintu yang Dicat ini merupakan saksi persahabatan dan juga pembauran budaya antara Cina dan Arab. Para pendatang Arab yang beragama Islam tinggal dan menetap di Quanzhou dan kemudian menikah dengan wanita lokal. Mereka kemudian menurunkan komunitas tersendiri yang unik dan dengan berjalannya waktu terintegrasi dan bercampur dengan masyarakat Cina secara harmonis selama ribuan tahun hingga masa kini.
Kali ini, ke tempat inilah perjalanan membawa saya. Tepat ke pusat kota tua Quanzhou. Dari stasiun kereta cepat Quanzhou yang letaknya di sebelah timur laut kota, saya naik bus no 3 dengan membayar ongkos hanya 2 Yuan. Setelah lebih dari 30 menit melalui jalan-jalan yang ramai dan sempit di kota Quanzhou, bus tiba di Tumenjie , tepatnya di halteQuan Di Mao.Cukup berjalan kaki sedikit dan sesampainyadi Tumenjie no 110 saya pun terkesima akan penampilan masjid tua ini.
Dari depan jalan, penampilannya sangat mirip dengan bangunan masjid di negera-negara Arab, Temboknya yang kukuh dan tebal berwarna kecoklatan seakan-akan melambangkan negri padang pasir. Pintunya yang berbentuk lengkung pun membuat kita tidak salah lagi menebak, bahwa ini memang sebuah masjid peninggalan Arab yang ada di negri Cina!.
Saya mendekati pintu masuknya. Di dekat dinding terpampang sebuah plakat berwarna biru bertuliskan tahun pembangunan masjid itu dalam tiga bahasa. Dalam Bahasa Cina disebutkan bahwa Qing Jing Si ini dibangun pada tahun 1009, sedangkan dibawahnya dalam Bahasa Arab disebutkan bahhwa Masjid Ashab bina fi 400 H atau Masjid Ashab dibangun pada tahun 400 Hijiriyah. Dan yang paling bawah dalam bahasa Inggris menyebutkan Qingjing Mosque built in 1009 .
Memasuki pintu gerbang, terdapat sebuah loket kecil dimana pengunjung dikutip tiket masuk sebesar 3 Yuan. Namun ketika saya mengucapkan “Assalamualaikum”, penjaga loket pun sudah tahu bahwa bagi yang ingin beribadah dipersilahkan masuk tanpa membeli tiket. Saya masih ingat pengalaman yang hampir sama di Masjid Dong Shi di Beijing ketika penjaga juga sempat meminta tiket masuk sebesar 2 Yuan.
Disini terdapat sebuah papan berwarna hijau yang menjelaskan sejarah dan juga ciri unik masjid yang dalam memiliki nama lain Masjid Kilin. Dijelaskan bahwa pintu utama masjid ini memiliki empat lengkungan lancip yang dipisahkan oleh tiga ruangan. Ruangan kedua ini terbentuk dari99 lengkungan lancip kecil yang melambangkan Sembilan puluh Sembilan Asma Allah.
Memasuki ruang dalam masjid, kita akan bertemu dengan halaman dalam yang cukup luas. Ada bebungan warna-warni yang cukup indah. Di sini terdapat sebuah prasasti yang dibuat pada masa Kaisar Zhudi padajaman Dinasti Ming yang memerintahkan untuk melindungi masjid ini dan juga Islam di negri Cina.
Di sebelah kiri tampak reruntuhan tempat sholat yang lama. Ini adalah ruangan sholat bergaya Arab yang disebuah Fengtian Hall.Namun pada suatu gempa bumi ruangan ini runtuh sehinga tinggal dindingnya saja. Sementara kalau kita berjalan ke sebelah kanan ada bangunan masjid yang baru dengan menaranya yang cantik.
Saya terus masuk dan sempat bertemu dengan imam masjid yang langsung mengucapkan salam dan menegur dalam bahasa Arab.Kaifa Haluk?, tanyanya yang langsung saya jawab dengan Bi Khoir Alhamdullilah. Kami bercakap-cakap sebentar dan bertanya dimana tempat shalat. Imam menunjukan sebuah tempat yang disebut sebagaiMingshan Hall yang ternyat berbentuk mirip kelenteng. Ruang sholatnya tidak terlalu besar, namun tetap cukup menarik karena merupakan perpaduan arsitektur Arab dan Cina.
Setelah selesai sholat saya sempat berbincang-bincang sebentar dalam Bahasa Arab dengan imam yang bernama Ibrahim. Tampak ia sedang bersantai dengan istrinya dan seorang anak peremuuan. “Kam umruha?” tanya saya menanyakan umur anaknya. Isnain wa nisf jawabnya yang artinya dua setengah tahun.Dia bercerita bahwa masjid ini cukup sering dikunjungi oleh parapemimpin dunia termasuk mantan presiden Indonesia Abdurahman Wahid.
Kami pun akhirnya berkeliling ke Masjid yang baru dan menggumi keindahan arsitekturnya . Majis baru ini dilengkapidengan menara yang mempesona. Asyiknya lagi, tempat ini memang merupakan gabungan antara tempat wisata dantempat ibadah, sehingga banyak juga calon pengantin Cina yang berfoto di halaman masjid.
Kemudian saya pun mengunjungi museum di dalam masjid yang berisi cerita mengenai sejarah masjid dan juga ummat Islam di Quanzhou. Diceritakan para pendatang Islam dari Timur Tengah kemudian menetapdi Cina dan bahkan merubah namanya menjadi nama Cina. Nama keluarga yang diambil antara lain Ma, Ding, Pu, Guo, Xia, Li, Jin, Ge, dan lain-lain.
Dan yang menarik, adalah foto-foto para pemimpin dari berbagai negara yang pernah berkunjung ke masjid ini. Di antaranya adalah foto Gus Dur yang didamping putrinya pernah berkunjung kesini pada tahun 2009. Selain itu, ada juga foto Taufik Kiemas, dan Sultan Brunei.
Berkunjung ke Masjid Qingjing, membawa saya ke masa lampau, ke masa dimana Islam dan Cina memang pernah bersahabat dengan erat. Islam di Cina kemudian mengalami pasang surut sesuai perkembangan politik dan mengalami titik nadir pada masa Revolusi Kebudayaan.Namun kebijakan politik terbuka sekarang ini memungkinkan Islam untuk berkembang lagi di negri Tirai Bambu ini.
Masjid Qingjing yang artinya Kesucian dan Kemurnian ini pun akan terus tegak sebagai saksi sejarah bagi masa lampau dan masa datang. Semoga!
Ini beberapa foto lagi untuk kita nikmati bersama
[caption id="attachment_212717" align="alignnone" width="640" caption="halaman mingshan hall"]
Foto: Koleksi pribadi
Quanzhou, okt 2012
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H