Moskwa, atau Moscow, atau pun MOCKBA! Bahkan hanya mendengar nama kota ini pun hati sudah bergetar. Masih terbayang kejayaan Uni Soviet atau CCCP yang wilayahnya membentang 11 daerah waktu. Bahkan setelah runtuhnya Uni Soviet, Kota ini masih menjadi ibukota Rusia yang masih merupakan negara dengan wilayah terluas di dunia.
Naleva. Naleva , Naleva
“Coba pergi ke Masjid di Prospekt Mira” demikian saran staf Kedutaan Republik Indonesia dalam obrolan singkat di sebuah air mancur di Taman Aleksander dekat Kremlin. Obrolan ini yang kemudian menuntun kami menuju Stasiun Metro Prospekt Mira yang terletak di jalur lingkar Moscow Metro.
Keluar dari gedung stasiun, sebuah jalan raya yang cukup ramai ada di hadapan. Tanpa sebuah petunjuk sebelumnya, maka pepatah lama “Malu Bertanya Sesat di Jalan” harus dipakai, bahkan di negri beruang merah sekalipun. “Gdye Meschet?” Demikian pertanyaan yang diajukan kepada seorang penjaga kios buku di dekat stasiun.
Ibu setengah baya, berambut pirang tersebut, dengan wajah dingin khas orang Rusia, hanya menunjuk ke sebrang jalan raya. Persis ke sebuah bangunan yang dari jauh memang mirip masjid. Lengkap dengan kubahnya yang banyak. Sambil berkata “Naleva” yang artinya belok kiri.
Makin mendekat ke bangunan tadi, semakin nyata bahwa ini adalah sebuah gereja Kristen Ortodox yang dapat ditandai dengan adanya salib di atas kubah. Untuk itu, sekali lagi “Gdye Meschet?: diajukan kepada penjaga stand minuman dan majalah. Jawabannya pun serupa, wajah dingin, menunjuk gedung besar mirip stadion dan setelah itu berkata “Naleva”.
Menara masjid berwarna hijau muda akhirnya terlihat setelah melewati stadion yang ternyata adalah Olympiskii, atau tempat penyelenggaraan Olympiade XXII pada 1980.. Tentu saja setelah beberapa kali “naleva”.
Moscow Cathedral Mosque
Memasuki halaman masjid, suasana Asia Tengah sangat dominan dengan banyaknya pengunjung dari etnis Tartar, yang lebih dekat dengan etnis Mongol dibandingkan Eropa. Tidak salah kalau Masjid ini juga dikenal dengan nama Masjid Tartar.
Di halaman masjid, ada papan pengumuman tentang Jamiah Islamiyah Muskau atau Universitas Islam Moskwa. Tempat wudhu terpisah dari bangunan masjid dan ruang sholat pun terpisah baik untuk wanita maupun pria. Jamaah di masjid ini tidak pernah sepi sehingga kedatangan kami pun hanya menambah sedikit keragaman jemaah disini.
Interior masjid ini benar-benar sangat indah. Sebuah lampu Kristal bersusun tiga menerangi ruangan yang luas. Hamparan sajadah berwarna merah kuning menutupi seluruh lantai. Dinding berwarna biru dengan jendela-jendela besar dan indah menambah keindahannya. Dua buah tangga berwarna biru menuju lantai atas yang berupa balkon . Sementara tiang-tiang besar bulat menopang langit langit berwarna putih kuning kehijauan.
Selesai sholat, saya beruntung dapat berkenalan dengan seorang pemuda berusia sekitar duapuluh tahun yang lancarberbahasa Inggris. Dia berasal dari Asia Tengah dan berparas Mongol “Masjid ini sekarang hanya berkapasitas 5 ribu orang, dan kalau jumat lebih dari 100 ribu orang datang kesini” Demikian ceritanya kepada saya. Tidak mengherankan kalau jemaah setiap jumat melebar ke jalan-jalan di sekitar masjid..
Sekilas Sejarah Moskowskaya Sobornaya Meschet
Pada 1894, ketika Tsar terakhir Rusia, Nicholas II naik tahta, Imam komunitas Tartar, Bedretdinov Alimov, mengajukan ijin untuk membangun sebuah masjid baru. Akhirnya di jalan Vypolzovo ini dibangun sebuah masjid dengan gaya Byzantine yang kemudian diresmikan paada November 1904.
Tempat ini kemudian menjadi semcam pusat Islam, bukan hanya untuk kota Moskwa, tetapi juga untuk kekaisaran Rusia yang besar. Bahkan sampaidekade ke dua abad ke duapuluh setelah berkuasanya komunisme, kegiatan Islam relatif masih belum terganggu. Bahkan banyak cendikiawan muslim dari luar negri yang belajar di Communist University for Workers of the East (KUTV) pun aktif di Masjid ini. Di antaranya penyair Turki Nizam Hikmet dan juga penulis Iran Lakhuti.
Pada tahun 1936, masa gelap untuk kehidupan beragama dimulai ketika hampir seluruh gereja dan masjid di Uni Soviet pun ditutup. Untungnya masjid ini dijadikan semacam “showcase” ke dunia luar tentang kebebasan berhatinurani yang dijamin oleh UUD tahun 1936. Sehingga kehidupan beragama, berupa sholat lima waktu dan sholat jumat terus berlangsung walau dalam tekanan rezim Soviet yang komunis.
Sempat Mau digusur Untuk Olympiade XXII
Pada pertengahan tahun 1970-an, .Moskwa terpilih menjadi tuan rumah Olympiade 1980 . Secara kebetulan kawasan di sekitar masjid akan dibangun stadion dan fasilitas olah raga lainnya,. Masjid ini pun mendapat ujian kedua.
Sebagai model dan ibukota komunisme, alangkah tidak patutnya keberadaan sebuah masjid di dekat stadion Olympiade, “Lebih baik masjid ini diruntuhkan saja”. demikian suara-suara sumbang yang demikian santer pada saat itu. Namun sejarah mengatakan lain, atas protes umat Islam dan juga dukungan duta besar negara-negara Islam seperti Mesir dan Lybia akhirnya masjid ini tidak jadi digusur. Dan tetap jaya sampai saat ini.
Pembangunan Masjid baru yang Megah
Dengan runtuhnya Uni Soviet pada 1991, kehidupan beragama kembali marak di negri Beruang Merah ini. Pada saat ini terdapat lebih dari 25 juta umat islam di seluruh Rusia dan diperkirakan sekitar 2 juta bermukim di Moskwa.
Pada kunjungan kami di Juli 2008, masjid ini sedang dalam proses rekonstruksi dan renovasi besar-besaran. Kalau selesai nanti, masjid ini bisa menampung lebih dari 50 ribu jamaah dan akan menjadi salah satu masjid terbesar di Eropa. Maklum saja, di kota Moskow saja pada saat ini terdapat hampir 2 juta umat Islam. Masjid yang baru nanti akan memiliki empat menara bersusun empat setinggi 67 meter dan kubah utama setinggi lebih dari 53 meter .
Wakil Walikota Moskwa, Mikhail Men, pada pidatonya saat meresmikan proyek renovasi masjid mengatakan: “ Pada hari ini, kta menyaksikan suatu peristiwa bersejarah bagi Moskwa, Sekarang para arsitek dan pekerja mulai bertugas. Kita akan bertemu lagi disini dan akan melihat bukan hanya sebuah pusat kebudayaan dan agama tetapi juga sebuah bangunan baru yang indah.”
Sambil membayangkan betapa megahnya masjid baru nanti, kami pun berjalan sambil mengucapkan Wa Imya Allaha , Milastiwoga, Milaserdnoga (bismillahirrahmanirahim) menuju ke stasiun Prospekt Mira (yang artinya Jalan Perdamaian) sambil berharap dapat kembali lagi kesini setelah masjid selesai. Betapa hebatnya perjuangan sebuah masjid yang telah menaklukan serangan komunisme dan juga gusuran Olympiade.
(Telkomsel Ramadhanku)
Tulisan lainya: http://m.kompasiana.com/post/jalan-jalan/2011/08/24/menjadi-marbot-di-masjid-bawah-tanah-di-athena-lawatan-ke-masjid-masjid-di-mancanegara-10/
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H