Mohon tunggu...
Taufik Uieks
Taufik Uieks Mohon Tunggu... Dosen - Dosen , penulis buku travelling dan suka jalan-jalan kemana saja,

Hidup adalah sebuah perjalanan..Nikmati saja..

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Kisah-kisah Menarik dari Turki (6): Tidak Ada yang Abadi di Aya Sofia

4 November 2011   02:10 Diperbarui: 29 Agustus 2015   19:29 1443
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

“Ayo ke Sultan Ahmet”, demikian ajakan teman-teman saya setelah sempat makan siang dan berkelana di sekitar “Taksim Square”. Trem dengan cepat menembus kapadatan dan keramaian jalan-jalan di Kota Istanbul menuju kawasan kota tua yang disebut “Sultan Ahmet”. Disini, terdapat hampir semua ikon kota Istanbul dan negri Turki seperti Masjid Biru , the Grand Bazaar, dan juga tentunya “Aya Sofia”, yang pernah merupakan sebuah basilika, gereja, dan masjid , namun sejak 1934 diubah menjadi museum.

Setelah turun dari trem, keramaian kawasan Sultan Ahmet memang sangat menarik. Hotel, restoran, kafe, toko souvenir, travel agent dan segala kegiatan pendukung pariwisata berkumpul disini. Termasuk juga para pengedar brosur jasa mandi uap khas Turki yang disebut ‘hamam”. Namun di kejauhan dua buah gedung yang paling terkenal di Istanbul menyambut kami. Aya Sofia di sebelah kiri dan the Blue Mosque di sebelah kanan.

 

Taman yang Asri dan Luas

Di sebrang jalan raya dari halte trem “Sultan Ahmet”, sebuah taman yang cukup luas dengan pemandangan berlatarbelakang dua bangunan tadi memang sudah memberikan suatu rasa kagum tersendiri. “Istanbul, kami datang.”.demikian kira-kira ucapan dalam hati kami yang memandang dua buah bangunan yang memang menjadi maha karya arsitektur di kota yang terletak di dua benua ini.

Sebuah amfiteater berukuran sedang ada di hadapan kami. Sore itu banyak sekali wisatawan lalu lalang. Sepasang suami istri berperawakan Timur tengah mendekati saya dan meminta saya mengambil foto mereka. Setelah selesai, kami pun gantian minta diabadikan oleh sang pria setengah baya tadi. “Syukron” jawab saya sambil tersenyum dan kemudian percakapan dilanjutkan dengan campuran bahasa arab dan Inggris. Ternyata mereka wisatawa dari maroko yang kebetulan sedang berlibur ke Turki.

Dari taman ini , saya memandang dengan takjub dua bangunan yang sama-sama menadi “landmark” kota Istanbul ini. Di halaman sebelah depan Aya Sofia, terdapat sebuah air mancur yang menambah indahnya suasana. Kubahnya yang besar dan pernah menjadi terbesar di dunia selama lebih dari seribu tahun berwana coklat kemerahan, tampak gagah memantulkan sinar lembayung senja. Empat buah menara yang menghiasi kubah ini pun menjadi saksi bahwa monumen ini selama hampir 500 tahun pernah menjadi masjid kebanggaan dinasti Turki Usmani.

 

Aya Sofia yang Penuh Misteri

Saya terus berjalan melewati taman yang hanya ditumbuhi rerumputan dan semak, kita merasa seakan-akan mendekati sebuah bangunan kono dari jaman Byzantium yang dalam posisi duduk dan dikawal oleh keempat menaranya yang tinggi namun tampak tidak terlalu simetris. Air mancur di taman tiba-tiba berhenti seakan-akan menambah misteri apa yang ada di dalam Aya Sofia ini. Sambil terus memandangi kemegahan bangunan jaman Byzantium dari abad ke 4 Masehi ini, kami tiba-tiba tersentak lagi oleh suara air mancur yang rupanya dihidupkan kembali. Suatu permainan yang indah seakan-akan mengucapkan selamat datang di Aya Sofia.

 

Basilika, Gereja, Masjid, atau hanya sebuah Museum

Sejarah bangunan ini memang sangat panjang. Gereja pertama yang saat ini sudah sama sekali tidak tersisa dibangunan pada 360 Masehi oleh kaisar Konstantin Agung , Kaisar Kristen pertama yang mendirikan kota Konstatinopel yang pada saat itu disebut juga “Roma Baru”.

Tidak lama kemudian Aya Sofia yang asli ini runtuh dan kemudian digantikan oleh gereja kedua yang dibangun oleh Kaisar Theodisius. Gereja ini pun kemudian dibakar pada saat kerusuhan di tahun 532 M.

Bangunan yang masih berdiri sampai saat ini dibangun pada masa pemerintahan Justinian I antara tahun 532-537. Pada saat menyelesaikan basilika ini kaisar Justinian konon bersabda” Sulaiman, Aku telah melampaui Engkau”. Hali ini diucapkannya sebagai pertanda bahwa kubah Aya Sofia dibangun lebih besar dari kubah “Kuil Sulaiman “yang ada di Yerusalem.

Jaman pun terus berganti, hingga pada saat Konstatinopel ditaklukan oleh Sultan Mehmet pada 1453 bangunan ini langsung diubah menjadi Masjid. Dan 500 tahun kemudian pada 1934 Republik Turki yang sekuler pun mengubahnya menjadi sebuah museum.

Kristen dan Islam Bersatu di Aya Sofia

Terlepas dari segaka kontroversi, barangkali keputusan untuk mengubah Aya Sofia menjadi sebuah museum adalah sesuatu yang tepat. Karena sebagai museum, dia bisa dengan lengkap mengekspresikan dirinya secara utuh. Tidak ada yang perlu ditutup-tutupi lagi dan juga terbuka bagi seluruh ummat dan wisatawan yang berkunjung ke Istanbul

Di dalamnya kita dapat menyaksikan semua kemegahan dan keindahan dari dunia Kristen dan Islam . Fresko dan Mozaik yang menggambarkan Nabi Isa, Bunda Maria , Malaikat Jibril, Yohanes Pembaptis, dan juga tentu saja gambar sang Kaisar Konstantin sendiri sekarang dapat dengan leluasa dinikmati keindahannya. Fresko ini untungya hanya ditutup pada saat Aya Sofia berfungsi menjadi Masjid. Kemudian pada saat Aya Sofia menjadi masjid , hiasan kaligrafi dan medaliion bertuliskan “Allah , Muhammad, dan Allahu Akbar” juga ikut menghiasi Aya Sofia.

Uniknya , kaligrafi yang dibuat sekitar seribu tahun kemudian ini juga mengapit gambar Yesus dan Bunda Maria. Terasa sekali keagungan bangunan yang telah berusia hampir 1500 tahun ini. Sementara itu, di lantai dasar dapat kita saksikan keindahan mihrab yang terbuat dari marmer. Di sebelah kanan mihrab juga terdapat mimbar dan tempat khusus bagi sultan untuk melaksanakan sholat.

Kini, jaman pun telah berganti, Aya Sofia, bukan lagi sebuah basilika, gereja katolik, ataupun masjid . Dia adalah sebuah museum, namun, bagi sebagian ummat , Aya Sofia tetaplah sebuah basilika, gereja dan masjid. Ternyata dari sejarah  Aya Sofia yang panjang ini pula kita dapat belajar, bahwa di dunia ini tidak ada yang abadi.

 

 


Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun