Myanmar, seperti juga Thailand, Laos , dan Cambodia merupakan negara-negara di Asia Tenggara dimana banyak sekali terdapat pagoda sebagai simbol bahwa masyarakat dan penduduknya sebagian besar beragama Buddha.Bahkan kalau kita mengembara di seantero kota Yangon, pasti dengan mudah dijumpai pagoda-pagoda baik besar maupun kecil.
Selain Swedaghon Pagoda yang menjadi ikon kota Yangon, masih ada beberapa lagi yang juga terkenal, berusia ribuan tahun dan juga dipromosikan sebagai tempat wisata.Ketika menyusuri Sule Pagoda Road, yang merupakan salah satu jalan utama di pusat kota Yangon, maka dari kejauhan sudah terlihat Sule Pagoda dengan stupanya yang mengerucut dilapisi emas yang berkilauan.
Sambil berjalan santai, saya menyusuri jalan yang di kiri kananya masih didominasi oleh gedung-gedung tua warisan jaman kolonial.Kaki lima yang dipenuhi penjual berbagai jenis makanan, baik buah-buahan,serangga, dan juga makanan khas Myanmar yaitu mohinga.Halte bus juga dipenuhi oleh calon penumpang yang sebagian besar masih memakai pakaian tradisional. Para pria dengan sarung long yi menjadi pemandangan yang khas.Bus-bus tua yang penuh sesak dengan supir dan kondektur yanghanya mengenakan kaus kutang plus sarung membuat saya yakin , bahwa Yangon memang kota yang unik untuk dikunjungi.Makin asyik dan akrab adalah ketika sang kondektur berteriak-teriak mengucapkan tujuan bus untuk mencari penumpang.
Sesampainya di persimpangan antara Sule Pagoda Road dan Maha Bandola Road , terletaklah dengan gagah Sule Pagoda, yang merupakan pagoda nomer dua di Yangon setelah Swedhagon Pagoda. Pagoda ini juga berfungsi sebagai bundaran di persimpangan jalan yang cukup sibuk. Khas dengan kemacetan lalu lintas versi Yangon.Mirip Jakarta , tetapi minus sepeda motor!Maklum sepeda motor memang dilarang untuk beredar di Yangon.
Senja makin meredup, tidak terasa malam pun menjelang. Tiba-tiba saja terdengar sayup-sayup suara azan menggema di sekitar pagoda.Saya pun memutar badan mencari asal suara ini.Ternyata di tepi jalan tepat di seberang pagoda terdapat sebah bangunan masijid dengan menara-menara nya yang khas dari anak benua India.Ketika badan saya di putar lagi, tidak jauh dari masjid ini, beberapa ratus meter di sebelah baratnya juga terdapat satu lagi masjid dengan bentuk luar yang tidak kalah indahnya,
Saya pun memutuskan untuk masuk ke masjid pertama yang letakya persis dipersimpangan jalan. Nama masjidnya juga khas yaitu “Bengali Sunni Jameh Mosque”.Di beranda masjid yang luas terdapat tempat penitipan sepatu, papan pengumuman waktu azan dan sholat yang ditulisa dalam empat bahasa yaitu Bahasa Arab, Inggris, Bengali, dan Burma.Khasnya lagi shalat sendiri dalam Bahasa Inggris disebut sebagai Namaz.
Lantai beranda dihiasi dengan keramik bermotif bungan dengan kombinasi warna coklat tua, kuning dan putih.Tiang-tiang besar berwarna putih, serta dinding dan langit-langit yang juga berwarna putih membuat beranda ini terasa sangat luas. Beberapa kipas angin besar terlihat berputar memberi sedikit kesejukan di hawa udara kota Yangon yang panas.
Memasuki ruang sholat utama, hamparan karpet berwarna merah menyambut saya.Beberapa pintu dengan daunnya yang berwarna biru juga membuat masjid ini tampak makin indah. Di dalam masjid, suasana anak benua sangat khas. Hampir semua jamaahnya memang berasal dari daerah Teluk Benggali yang sekarang menjadi negara Bangladesh.
Namun di tengah kota Yangon yang sibuk dengan segalah keunikannya. Menemukan sebuah masjid yang indah, besar dan tenang memberikan kesejukan tersendiri di dalam hati. Apalagi dari beranda masjid ini, kalau kita memandang keluar, terlihat dengan jelas Sule Pagoda yang kian berkilauan keemasan ditimpa cahaya di malam hari.
Selesai sholat, juga tidak sulit menemukan makanan yang sesuai selera.Sebuah restoran dengan pelanggan, pelayan, dan karyawan yang semuanya bersarung. Sebagian bahkan makan sambil mengangkat kaki memang terasa sangat unik. Saya pun mengakhiri malam di Yangon dengan seporsi nasi plus kari kambing yang lezat.
Yangon, 23 Oktober 2014
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H