Bandara Changi di Singapura sudah kondang dan kerapkali mendapat penghargaan sebagai salah satu bandara terbaik di dunia.Singkatnya, bandara ini bukan hanya melayani penumpang yang akan bepergian dengan pesawat udara ke seluruh pelosok jagat ini, tetapi juga memberikan banyak pengalaman dan nilai tambah yang belum tentu dapat dinikmati di bandar udara lainnya dan seringkali sama sekali tidak ada hubungannya dengan dunia penerbangan.
Siang itu, saya kebetulan hanya transit lewat Bandara yang terletak di kawasan timur Singapura dan kebetulan juga berbagi nama dengan sebuah penjara yang terkenal.Seperti biasa, walaupun melayani hampir 60 juta penumpang per tahun, suasana di bandara selalu nampak santai dan lenggang seakan-akan tidak terlalu banyak penumpang.
Di Terminal 2, saya berjalan perlahan sambil melihat-lihat deretan restoran, toko bebas bea, dan juga taman-taman dan bahkan kolam ikan.Tetapi di salah satu pojok terminal terdapat sebuah guci besar dari keramik dengan warna warni yang memikat membuat kaki tanpa diperintahkan melangkah mendekat.
Setelah mendekat barulah saya sadar bahwa guci dan benda-benda lainnya yang ada di Terminal 2 Bandara Changi ini kemungkinan besar dipinjam sementara dari salah satu museum terkenal nyang ada di kota Singa ini untuk dipamerkan dengan gratis ke pengguna jasa bandara.Sambil menunggu keberangkatan pesawat, tidak ada salahnya melihat-lihat benda-benda yang dipamerkan.
Ada sebuah foto yang memperlihatkan pakaian adat pengantin kaum Peranakan Tionghoa yang dikenal juga dengan nama “The Strait Chinese”.“Peranakan meanslocally born in Malay, and refers to descendants of intermarriages between early foregn traders and native women”.Demikiantertera pada sebuah gambar yang dipamerkan tidak jauh dari foto pengantin tadi.
Sebuah guci besar berwarna “pink” yang dihiasi dengan gambar bermotif bunga jugahadir di museum dadakan ini.Ternyata guci ini disebut “Kam Cheng” yang dalam Bahasa Ho Kian berarti “covered jar” atau guci bertutup. Kam Cheng yang terbuat dari porselin warna-warni ini biasa digunakan dalam keluarga Tiong Hoa Peranakan sebagai tempat makanan dan dapat berperan sebagai wadah yang dapat membuat makanan tetap panas.
Selain itu , dapat juga dilihat beberapa peralatan tradisional yang sering dijumpai di dapur keluarga Tiong Hua peranakan seperti rantang susun dan juga setrika arang yang tutupnya dihiasai kepala ayam jantan.
Di museum dadakan ini dapat juga kita saksikan replika kendi porselin raksasa yang berwarna biru. Keunikan kendi yang harus diegang ada lehernya ini juga diperjelas dengan peta yang penunjukan penyebaran kendi di seluruh daratan Asia dan tentu saja di Nusantara.
Tanpa terasa, waktu keberangkatan pesawat pun hampir tiba dan saya harus segera bergegas masuk ke ruang tunggu.Transit dan menunggu pesawat di Bandara Changi memang tidak pernah membosankan terutama karena kita juga dapat mampir ke museum dadakan dan lebih jauh berkenalan dengan Kam Cheng , sang tempayan raksasa yang warna warni itu.
Singapura, Akhir Oktober 2014
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H