Kota yang Gagap
Asap menembus mata. Membawa gelombang laut senja. Malam luka tanpa rembulan muda. Hujan hujan yang berlari di bawah kaki bukit. Seperti mengajakmu bermain. Tapi itu ilusi kecerdasan dalam pola dan prediksi logaritma. Benar kata seorang penyair, hujan telah menjadi logam. Kita menjumpai reruntuhan isi kepala dan tumpahan cairan otak depan. Diam diam kita berjalan, entah kemana. Menembus asap.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!