Mohon tunggu...
Muhamad Taufik Poli
Muhamad Taufik Poli Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa di Fakultas Ilmu Sosial & Ilmu Politik Universitas Pembangunan Indonesia Manado

Studi Ilmu Politik Email: taufikpoli0805@gmail.com Manado, Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menentang Kolonialisme dan Feodalisme seperti Multatuli

3 Maret 2019   18:20 Diperbarui: 3 Maret 2019   19:03 512
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kisah ini juga menyadarkan kita bahwa kita tidak saja di jajah oleh bangsa lain, tetapi juga di jajah oleh bangsa sendiri lewat orang-orang yang sangat di hormati di kalangan pribumi.

Dari kisah Max Havelaar ini setidaknya membuat kita mengetahui situasi salah satu daerah jajahan yaitu di Lebak. Dan membuat kita mengerti bahwa kolonialisme dan feodalisme pribumi merupakan kolaborasi yang sangat menyengsarakan.

Max Havelaar juga mengisahkan kisah cinta tragis anatara Saidjah dan Adinda. Berkali-kali kerbau milik Saidjah di rampas dan disembelih membuat keluarga mereka menderita dan orangtuanya meninggal.

Keadaan memaksa Saidjah bekerja di batavia dan berjanji akan menikahi adinda setelah pulang sehabis bekerja tiga tahun dan berjanji akan membeli dua ekor kerbau. Tapi naas, penantian Saidjah di bawah pohon ketapang yang merupakan tempat Adinda akan menunggu, kini pujaan hatinya tak kunjung datang. Adinda meninggal bersama ayah dan adik-adiknya di Riau akibat pemberontakan.

Kisah Saidjah dan Adinda merupakan gambaran Multatuli atas ketidak adilan yang setiap hari dirasakan dan dilihatnya.

Pertanyaan yang timbul ketika mengetahui sosok Multatuli dan kisahnya adalah pantaskah Multatuli atau Eduard Douwes Dekker dianggap pahlawan ? Entahlah, yang pasti dia merupakan pejabat Belanda yang di tugaskan pemerintah Belanda di Indonesia dan merupakan kolonialis.

Tetapi apa yang telah dilakukan Multatuli atas kecintaanya terhadap keadilan patut kita hargai bahkan banggakan. Kebesaran hatinya dan keteguhan juga kecintaanya terhadap keadilan merupakan wujud humanisme dan protes terhadap ketidakadilan.

Paling tidak, Multatuli menyampaikan pesannya kepada kita bahwa kekuasaan bukanlah segala-galanya, karena menghamba pada kekuasaan hanya akan menimbulkan tirani. Menjadi pemimpin adalah hal yang harus dilakukan, sebab mempin bukan berarti harus berkuasa, karena seorang pemimpin tidak pernah merasa berkuasa. Dengan demikian keadilan dari seorang pemimpin bisa diharapkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun