Dan kebusukan hati terkait keinginan untuk menaklukan seorang lelaki oleh keluarga seorang perempuan adalah dengan menikahkan dengan gaib anak gadis tersebut dengan lelaki yang diingininya. Dari pihak keluarga besar Din Wati sendiri juga ada pertentangan terkait pengalaman bermenantukan orang seberang, namun penolakan mereka tidak sehebat penolakan kaum kerabat Marah Hamli di Padang. Selain menolak orang non Padang sebagai istri Hamli, alasan lain adalah fitnah yang dihembuskan oleh kerabat Hamli yang naksir Din Wati.Â
Gelar Nyai didepan nama Din Wati dikiranya adalah nyai-nyai pelampiasan orang-orang Belanda, padahal Nyai itu didalam adat Sunda sama dengan upik dalam adat Minangkabau. Dan pernikahan Hamli dan Din Wati ini sampai diolok-olok oleh sebuah koran lokal di Padang. Saya sendiri benar-benar lelah mengikuti drama kehidupan masa lalu ini. Kayaknya setiap orang berpikiran kawin dan kawin sahaja semenjak usia belia. Tiada kebebasan berekspresi dan respect for autonomy terutama bagi kaum perempuan. Dan pada akhirnya rumahtangga Marah Hamli dan Din Wati berkekalan sampai maut memisahkan.
Sekian---TH
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H