Lebaran 1439 H jatuh pada tanggal 15 Juni 2018. Pemerintah sudah mencutikan pegawainya sejak tanggal 11 Juni, dan akan berakhir pada tanggal 20 Juni 2018, artinya ada sekitar 10 hari libur nasional (tak pandang agama) yang menurut pengamatan saya perlu untuk dirayakan dengan liburan. Liburan lebaran. Saya memesan tiket Air Asia Pdg-KLIA2 jejauh hari seharga 1,2 juta PP. Pada tanggal 17 Juni, saya mengangkasa menuju negeri tetangga. Tujuan liburan adalah ke Melaka, yang katanya merupakan kota warisan dunia yang didirikan oleh Parameswara, pelarian dari Sriwijaya.
Sesampai di KLIA 2 pada jam 14.00 waktu tempatan, saya langsung menuju level 1 untuk memesan tiket dikaunter bas. Ada 2 pilihan bas menuju Melaka yaitu bas Transnasional dan Star Mart. Karena saya tidak menyusun itinerary secara jelas, maka saya lupa untuk memesan tiket secara online, walhasil, saya harus menunggu selama 3 jam untuk berangkat menuju Melaka Sentral. Harga tiket bas Transnasional dengan tujuan Melaka Sentral adalah RM 24.10,-. Perjalanan ke Melaka dengan bas Transnasional dari KLIA 2 bisa ditempuh melalui jalan bebas hambatan selama 2-2.5 jam, tergantung kondisi lalu lintas.
Untuk penginapan selama di Melaka pilihan jatuh ke sebuah hotel budget (semi) yaitu The Explorer Hotel, yang direservasi untuk 3 malam seharga Rp.700.000,-. (sudah termasuk internetan dan sarapan). Lokasi hotel nya sangat strategis, dekat Mahkota Parade Mall, Dataran Merdeka, Pahlawan Merdeka Megamall dan mall-mall lainnya, dan yang paling penting dekat dengan ikon Melaka (Stadhuys yang merah itu).
Salah satu masjid yang saya kunjungi selama di Melaka adalah masjid Selat. Dari area sungai Melaka, saya memesan Grab untuk menuju mesjid selat, yang lokasinya berada dipulau Melaka, tepat dipinggiran selat Melaka (semua serba Melaka ya, katanya Melaka itu sejenis batang pohon). RM 7,- itulah yang tertera dilayar HP, ya sudahlah, daripada berpepanas ria dengan berjalan kaki kesana. Sesampai di mesjid selat, banyak muslim jejadian berwajah oriental yang lagi foto-foto. Setelah solat Tahiyatul mesjid, fefoto dan menikmati sepoian angin selat, saya kembali mengGrab, -RM 5,-,menuju hotel.
Masjid Selat dibangun dipinggir pantai pada tahun 2006 menggunakan perpaduan arsitektur Timur Tengah, Eropa, China dan Melayu, dan terlihat mengapung ketika permukaan air sedang tinggi. Sebuah menara ala Ustmani berdiri tak jauh dari masjid.
Masjid ini adalah masjid yang tergolong masih baru, nilai sejarahnya mungkin tidak sekaya masjid-masjid tua lainnya. Â Namun karena arsitektur dan posisinya, mampu juga menyedot perhatian wisatawan.