Mohon tunggu...
taufik hidayat
taufik hidayat Mohon Tunggu... konsultan -

lulusan fakultas hukum universitas jember tanggal 18 agustus 2015 berasal dari sumenep, madura jawa timur,

Selanjutnya

Tutup

Politik

DPD Ingin Eksis, Bikin "Gaduh"

13 April 2016   09:57 Diperbarui: 13 April 2016   10:20 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kembali prilaku tidak pantas dipertontonkan anggota dewan, prilaku  taman kanak-kanak atau bahkan lebih para dari itu kembali terjadi digedung parlemen, pelakunya bukan lagi anggota DPR (dewan perwakilan Rakyat) yang selama ini sering dilihat, tapi datang dari adek DPR yaitu Dewan Perwakilan Daerah (DPD) seperti diberitakan sebelumnya bahwa kegaduan berawal dari pansus tatib yang membahas pemangkasan masa jabatan pimpinan DPD, bahkan sebagaian anggota DPD menyatakan mosi tidak percaya kepada Irman Gusmann selaku pimpinan DPD saat ini, meskipun beberapa anggota pun menganggap bahwa upaya pemangkasan masa jabatan pimpinan adalah skenario politik.

Saya disini tidak akan membahas mengenai pro kontra soal masa jabatan pimpinan dewan yang dipilih rakyat ini, tetapi lebih kepada etika anggota dewan dalam menyampaikan pendapat. Perbedaan pendapat dalam sebuah negara demokrasi adalah hal yang wajar dan sah-sah saja bahkan dilindungi oleh undang-undang dasar negara Republik indonesia pasal 28E ayat (3) UDD 1945 yang menyatakan ““Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat”. Dengan demikian UUD 1945 secara langsung dan tegas memberikan jaminan kebebasan untuk berserikat atau berorganisasi (freedom of association), kebebasan berkumpul (freedom of assembly), dan kebebasan menyatakan pendapat (freedom of expression).

Akan tetapi banyak orang atau bahkan sebagian anggota dewan baik di gedung parleman maupun di media elektronik (televisi) tidak memapu menyampaikan pendapat dengan benar, tidak memiliki etika dalam menyampaikan pendapat, masih mengedepankan otot dan nada keras berbicara dari pada mengedepankan subtansi dari pembicaran, bahkan tak jarang saling mencelah menyerang bahkan menjelekkan lawan bicaranya. Padahal sejak bangku sekolah dasar sudah diajarkan tata cara menyampaikan pendapat antara lain

1.      Sampaikan pendepat dengan kata yang sopan

2.      Jangan memotong pembicaraan

3.      Menggunakan bahasa yang mudah dipahami

4.      Menghargai pendapat orang lain

Dalam undang-undang nomor 9 tahun 2009 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat Di Muka Umum pasal 6 dijelaskan bahwa Warganegara yang menyampaikan pendapat di muka umum berkewajiban dan bertanggungjawab untuk menghormati hak-hak orang lain; kembali ke tema awal, prilaku yang di pertonton anggota dewan perwakilan daerah kemarin sangat tidak mencerminkan etika-etika berpendapat sebagaimana dijelaskan diatas, bagaimana salah seorang anggota dewan mengadalkan ototnya agar pendapatnya di dengar dan diterima...

Jika anggota dewan yang dianggap terhormat saja melakukan hal-hal seperti itu, bagaimana dengan rakyat?? Maka hanya ada dua pilihan buat DPD, BUBARKAN atau PERKUAT.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun