kita berkenalan mungkin secara kebetulan, seperti angin berhembus lewat bebatuan di pinggir telaga, daun hijau belum sempat menyentuh air telaga itu lalu kawanan semut membuntuti iring beriringan:
kita menyapa mungkin serupa kertas, jatuh jauh ke pinggir dermaga, hanyut hampir saja mau tenggelam, senyum manis itu jadi ingatan penawar rindu manakala nestapa hidup di hari-hariku niscaya....
kita bersentuhan seibarat paruh burung yang haus merenggut sarimadu daripada perdu. engkau bergumul sebagaimana aku hingga kita lupa waktu - peluh itu jadi tanda upaya kita menyatukan sehimpun dosa
sampai....
Baca juga: Kau yang Benci Kata Berpisah
kita jadi bayangan - yang tidak lagi saling mencela!
Medan, 17 Desember 2023
***
Baca juga: Kenapa Aku Memilih Diam?
Baca juga: Larinya Ketulusan Wanita
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!