Mohon tunggu...
Taufik Hidayat
Taufik Hidayat Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Sisi Lain Depresiasi Rupiah

6 April 2015   20:33 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:27 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sisi Lain Depresiasi Rupiah

Sampai saat ini rupiah masih terus melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Bahkan dalam perdagangan Rabu lalu (11 Maret 2015) rupiah bahkan sampai menyentuh angka Rp 13.245 per dolar AS (kompas.com). Angka itu kemungkinan masih akan terus melonjak. Dollar AS menguat dengan seiringnya menguatnya spekulasi bahwa Federal Reserve akan menaikkan suku bunga acuannya menyusul membaiknya perekonomian AS Pemerintah dibuat pusing gara-gara pelemahan tersebut. Padahal rupiah melemah tidak selalu berdampak yang negatif terhadap perekonomian Indonesia meskipun nilai tukar selalu sebagai acuan keberhasilan pemerintah dalam mengelola perekonomian di suatu negara.

Cukup banyak sektor-sektor yang bahkan meraih untung saat rupiah melemah terhadap dolar. Dengan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar membuat eksportir dan agen wisata atau travel meraup keuntungan yg cukup besar. Misalnya Agen wisata di Yogyakarta.  Harga dolar yang tinggi membuat jumlah wisatawan mancanegara terutama dari Amerika Serikat meningkat. Karena menguatnya dolar berdampak pada peningkatan jumlah wisatawan. Secara tidak langsung dalam bisnis perhotelan juga akan menikmati banyak pesanan-pesanan kamar untuk wisatawan-wisatawan tersebut menginap.

Melemahnya rupiah juga berdampak bagus terhadap neraca perdagangan karena dengan nilai rupiah yang rendah di pasar Internasional dapat meningkatkan ekspor. Sejumlah eksportir mendapatkan keuntungan di berbagai  daerah. Para eksportir memperoleh keuntungan dari peningkatan permintaan barang komoditas dari negara-negara lain. Sekretaris Jenderal (Sekjen) Asosiasi  Kakao Indonesia (Askindo), Yusa Rasyid Ali mengatakan ‘’bagi eksportir, kondisi seperti ini tentunya berdampak positif. Tapi mengenai harga bij kakao yang naik bukan hanya dipengaruhi oleh melemahnya rupiah terhadap mata uang dolar, melainkan harga market internasional. Meski banyak yang mempermasalahkan pelemahan rupiah, namun hal itu memberikan berkah pada bagi eksportir’’. (kompas.com 14 Maret 2015).

Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menuturkan bahwa melemahnya rupiah terhadap dolar AS menjadi patokan untuk melepas ketergantungan terhadap impor jadi hal tersebut membuat Ekonomi Indonesia lebih mandiri lagi. Penurunan impor diberbagai sektor pasti akan memiliki dampak bagi ketersediaan barang tersebut. Supaya permintaan barang impor itu terpenuhi maka Indonesia harus meningkatkan atau mengembangkan produk-produk dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Selain itu, Susi menilai bahwa keadaan rupiah yg seperti ini juga harus berorientasi pada sektor ekspor karena pelemahan rupiah membuat nilai rupiah di pasar Internasional menjadi murah. Untuk itu jumlah ekspor harus digenjot supaya neraca perdagangan tidak terjadi defisit.

Pelemahan rupiah terhadap dolar AS juga berdampak pada jumlah investasi. Investor asing yang mempunyai dolar banyak membuat mendorong mereka berfikir bahwa berinvestasi ataun menanamkan modalnya  di Indonesia menjadi lebih murah. Oleh karena itu, kemungkinan jumlah investor asing akan meningkat seiring dengan melemahnya nilai tukar rupiah tersebut. Untuk mengantisipasi kenaikan jumlah investor tersebut Indonesia harus siap. Perlu didukung dengan persiapan listrik, infrastruktur dan briokrasi. Selain itu pemerintah harus mempertimbangkan insentif untuk investasi. Insentif tersebut seperti tax allowance. Tax allowance merupakan kebijakan insentif meringankan atau mengurangi pembayaran pajak. Kebijakan tersebut pada intinya bertujuan untuk meningkatkan Gross Domestic Product (GDP) dan meningkatkan minat investor dalam berinvestasi. Tax allowance juga mencakup penyusutan dan amortisasi yang dipercepat, pengenaan PPh atas dividen yang dibayarkan kepada subjek pajak luar negeri sebesar 10% atau tarif yang lebih rendah menurut persetujuan penghindaran pajak berganda yang berlaku.

Menggenjotkan ekspor saat pelemahan rupiah ternyata membuahkan hasil yang baik terhadap neraca perdagangan. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa pada Neraca Perdagangan Indonesia (NPI) Februari 2015 surplus sebesar 738,3 juta dolar AS. Neraca komulatif Januari-Februari 2015 tercata suplus 1,48 miliar dolar AS. Surplus yang terjadi pada Februari 2015 terjadi pada sector migas dan non migas. Padahal sebelumnya surplus hanya terjadi pada neraca non migas sedangkan yang neraca migas selalu mengalami defisit. Bahkan pada Februari 2015 neraca migas surplus sebesar 174,1 juta dolar AS. Sementara neraca non migas surplus 564,2 juta dolar AS. Untuk ekspor pada Februari 2015 tercatat 12,29 miliar dolar AS, turun 16,02 persen dibanding Februari 2014 yang sebesar 15,63 miliar dolar AS. Bila dibanding Januari 2015, ekspor Februari turun sebesar 7,99 persen.

Sementara disisi impor terjadi penurunan yang lebih besar dibanding ekspor. Impor secara total pada Februari 2015 sebsar 11,55 miliar dolar AS. Nilai ini turun 16,24 persen dibanding Februari yang sebesar 13,79 miliar dolar AS. Bila dibanding Januari 2015, impor Februari turun ingga 8,42 persen. Berdasarkan pemaparan diatas, pelemahan rupiah tidak selalu berdampak yg buruk bagi perekonomian Indonesia. Pelemahan rupiah ada sisi baiknya. Toh pelemahan tersebut bukan karena pengendalian pemerintah yang buruk melainkan karena perekonomian Amerika Serikat yang sedang membaik. Pelemahan terhadap dolar bukan hanya rupiah saja tapi mata uang negara lainnya juga melemah terhadap dolar AS. Namun bukan berarti pemerintah bersantai menyikapi pelemahan rupiah teresebut. Pemerintah harus bisa mengendalikan rupiah terhadap dolar supaya perekonomian negeri ini menjadi stabil kembali.

Sebenarnya nilai tukar rupiah yang melemah dapat kita sikapi dengan positif yaitu dengan merevolusi mental masyarakat Indonesia supaya memperkecil konsumsi barang impor karena harga tinggi disebabkan dolar yang menguat terhadap rupiah. Serta beralih untuk lebih mencintai produk domestik kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun