Mohon tunggu...
taufik azzak
taufik azzak Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Pascasarjana UGM-Prodi: Ketahanan Nasional-Minat Studi: Perdamaian dan Resolusi Konflik

Minat pada isu radikalisme, ekstremisme, terorisme, serta pertahanan.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Peran Koperasi dan Petani dalam Ketahanan Pangan

24 September 2024   17:25 Diperbarui: 24 September 2024   17:26 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mengapa prestasi swasembada beras pada 1984 yang diakui Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) sulit diulang? Justru menurut Sekretaris Badan Pangan Nasional Sarwo Edhy memaparkan data terbaru yang menunjukkan produksi beras Indonesia terus menurun. Ia memaparkan produksi beras Januari-Agustus 2024 diperkirakan hanya 21,39 juta ton, angka ini lebih rendah 2,24 juta ton dibandingkan periode sama tahun sebelumnya (Yanwardhana, 2024). Intinya, dinamika yang terjadi adalah produksi turun sedangkan konsumsi terus naik.

Di sisi lain, menurut Badan Pusat Statistik (BPS) beras memiliki peran signifikan terhadap garis kemiskinan bahkan melonjak cukup signifikan secara tahunan. Pada Maret 2023, kontribusi beras terhadap garis kemiskinan di perkotaan dan perdesaan masing-masing sebesar 19,35 persen dan 23,73 persen. Selama Maret 2023-Maret 2024, beras berkontribusi besar terhadap garis kemiskinan lantaran harganya melambung tinggi. Lalu mengapa lonjakan garis kemiskinan pada Maret 2024 itu tidak menambah tingkat kemiskinan? Jawabannya karena impor, stabilisasi pasokan dan harga pangan (SPHP), dan program bantuan sosial (bansos) (Widi, 2024). Pertanyaan yang fundamental adalah, apakah ini solusi jangka panjang yang mengamankan Indonesia dari krisis pangan hingga kemiskinan?

Jika kita masih memegang erat visi Indonesia Emas 2045 tentu jawabannya tidak. Persoalan beras adalah persoalan bagaimana mengelola masyarakat desa dimana petani mayoritas tinggal. Dengan kata lain, fenomena yang dijabarkan di atas berakar dari petani desa yang tidak mampu memenuhi kebutuhan nasional. Tidak produktifnya petani merupakan lingkaran masalah. Mulai dari pupuk langka, mahal, lahan tani makin sempit, yang mengakibatkan produksi turun. Akhirnya pemerintah memilih jalan impor, berdampak pada harga beras tidak baik. Muaranya petani tidak bersemangat dalam produksi, mereka memilih jalan penghasilan lain, dan ini juga berdampak pada masa depan regenerasi petani.

Fluktuasi harga beras merupakan tanda bahwa petani masih menjadi komponen sistem terlemah  dalam struktur ekonomi. Dalam teori dependency situasi ini terjadi karena barang primer kalah saing dengan barang manufaktur (Harvey et al., 2010).

Untuk mengubah situasi dan struktur sistem yang merugikan petani ini bisa menggunakan pendekatan koperasi. Dengan ciri masyarakat yang memiliki gotong-royong tinggi, kekeluargaan yang erat, dan kemandirian ekonomi, koperasi merupakan sistem yang tepat untuk mendekati dan melakukan intervensi.

Peran koperasi telah terbukti dalam sejarah, swasembada beras 1984 tidak bisa dilepaskan dari peran koperasi. Koperasi telah andil dalam Program Swasembada Pangan yang dimulai sejak tahun 1974 dengan berdirinya Badan Usaha Unit Desa (BUUD) yang kemudian berubah nama menjadi Koperasi Unit Desa (KUD). Selama 30 tahun lebih peran koperasi sangat dominan, tidak hanya dalam pengadaan gabah/beras untuk mendukung stok beras nasional, tapi juga dalam penyediaan sarana produksi padi (saprodi), pengolahan hasil dan hingga pemasaran. Lalu bagaimana peran koperasi sekarang?

Peran Koperasi 

Peran koperasi sekarang tidak sekuat dulu, fenomena ini ada dua faktor utama. Pertama, faktor ekonomi politik, dimana koperasi cenderung tidak diperhatikan oleh pemerintah. Contohnya mulai dari kontroversi UU No 17 tahun 2012 yang dibatalkan Mahkamah Konstitusi yang hingga kini belum jelas bagaimana kebaharuannya, hingga perlakuan berbeda dibandingkan BUMN hingga bank. Jika mereka mendapat kesusahan, pemerintah tidak ragu memberikan intensif, sebaliknya dengan koperasi.

Kedua, faktor dari dalam koperasi sendiri yang lebih banyak mengambil sektor jasa dibandingkan sektor riil. Sejak dipimpin Teten Masduki, Kementerian Koperasi dan UKM melakukan reorientasi pengembangan koperasi ke arah sektor riil. Strategi itu tepat sebab koperasi di Indonesia telah lama meninggalkan hal tersebut. Alhasil kontribusinya terhadap produk domestik bruto (PDB) rendah, hanya di kisaran 5 persen (Putra, 2022). Dengan fokus ke sektor riil seperti pertanian, perikanan, dan industri kecil, membantu meningkatkan pendapatan anggotanya dengan memberikan akses langsung ke pasar dan input produksi. Di sisi lain, sektor riil juga akan meningkatkan lapangan kerja, terutama di pedesaan dan daerah terpencil. Dengan kata lain koperasi tidak hanya berorientasi ke dalam, yakni pada kekuatan anggota. Koperasi perlu melebarkan sayap, memperkuat ekosistem inovasi dengan kolaborasi.

Karena koperasi ibarat dua sisi mata uang, di satu sisi sebagai kumpulan orang dan di sisi lain sebagai perusahaan. Peran yang perlu ditingkatkan adalah meningkatkan koperasi sebagai perusahaan yang bisa mendorong, memperkuat, dan menjadi mitra terutama bagi desa.

Koperasi Basis Pangan 

Kecenderungan masyarakat Indonesia yang banyak beralih makanan pokok ke beras mengharuskan pemerintah mendorong produksi beras. Karena jika pemerintah mendorong masyarakat untuk tidak bergantung ke beras, atau kembali ke makanan pokok lokal cukup sulit. Karena mengubah kebiasaan yang sudah populer akan memakan waktu lama. Namun pilihan ini tetap dimungkinkan, visibel, dan tetap perlu dicoba.

Namun merespons dinamika terkini dimana konsumsi beras tinggi, pemerintah sangat perlu mendorong produksi sekaligus menyejahterakan petani. Seperti yang dijelaskan di atas, koperasi merupakan pendekatan paling tepat dan telah terbukti dalam sejarah.

Dalam upaya mendorong produksi hingga membangun swasembada beras yang harus dipahami adalah kebijakan tidak boleh hanya menyasar petani. Perlu dibuat ekosistem di sekeliling petani yang mendukung mereka. Dalam hal ini koperasi bisa memainkan peran itu. Contohnya KUD perlu diperkuat dan diberikan misi untuk menyerap hasil panen. Karena dinamika yang terjadi biasanya adalah: petani sudah menjual dengan sistem tebasan, petani tidak memiliki lagi lumbung-lumbung untuk menyimpan gabah sehingga harus segera menjual. Sedangkan KUD dihadapkan pada masalah keterbatasan sarana angkutan dan personil (Sugianto, 2012).

Tujuan memperkuat dan menyerap beras adalah untuk mendukung peningkatan kesejahteraan petani, stabilitas ekonomi desa, dan ketahanan pangan secara keseluruhan. Dengan ini tidak hanya petani yang akan diuntungkan, desa, KUD, juga diuntungkan karena sirkulasi uang berada di dalam desa. Oleh karenanya diperlukan dua bentuk kelembagaan KUD, yaitu koperasi produsen atau koperasi petani dan koperasi konsumen. Konsepsi yang demikian mendudukkan koperasi sebagai badan usaha yang memiliki peran strategis bagi anggotanya baik petani maupun konsumen.

Selain kelembagaan, KUD juga perlu memperkuat kolaborasi dengan berbagai pihak, seperti LPDB KUMKM. Karena pada dasarnya problem pangan hingga kesejahteraan petani, tidak bisa diselesaikan sendiri. Kolaborasi menjadi kunci penting dalam pengembangan inovasi, hingga pencarian solusi. Karena pada dasarnya inovasi dan solusi adalah fenomena interaktif. Artinya, keduanya datang dari banyak perspektif dan kemampuan merumuskannya menjadi ide, atau metode baru yang bisa menjadi solusi.

Daftar Pustaka 

Harvey, D. I., Kellard, N. M., Madsen, J. B., & Wohar, M. E. (2010). The Prebisch-Singer Hypothesis: Four Centuries of Evidence. Review of Economics and Statistics, 92(2), 367--377. https://doi.org/10.1162/rest.2010.12184

Putra, F. (2022). Memacu Pertumbuhan Koperasi. Https://Www.Kompas.Id/Baca/Opini/2022/07/11/Memacu-Pertumbuhan-Koperasi?Open_from=Search_Result_Page.

Sugianto. (2012). Koperasi dan UMKM Sebagai Basis Ketahanan Pangan. In Pembangunan Jawa Barat Berbasis Ketahanan Pangan . Dewan Riset Daerah Provinsi Jawa Barat .

Widi, H. (2024). Beras dan Kemiskinan. Https://Www.Kompas.Id/Baca/Ekonomi/2024/07/02/Beras-Dan-Kemiskinan?Open_from=Search_Result_Page.

Yanwardhana, E. (2024). Produksi Beras RI Terus Menurun, Pemerintah Mulai Khawatir. Https://Www.Cnbcindonesia.Com/News/20240717191205-4-555519/Produksi-Beras-Ri-Terus-Menurun-Pemerintah-Mulai-Khawatir.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun