Mohon tunggu...
Taufik Aulia Rahmat
Taufik Aulia Rahmat Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Asisten Peneliti LAPAN

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menyoal Mindset dan Sejarah Bangsa

7 Agustus 2012   16:07 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:07 158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Dalam posting kali ini saya hanya ingin curhat. Sedikit saja. Ini tentang kondisi negeri kita. Utamanya para anak mudanya. Sungguh ironis ketika kemarin saya melihat komen adik kelas saya yang sangat mendiskreditkan bangsanya sendiri. Apapun niatnya, sungguhan atau tidak, yang jelas ada pesimisme besar dalam komentar itu. Dan itu cukup menjadi bukti tertulis dari apa yang selama ini saya lihat. Bangsa ini amat pesimis dengan potensi yang mereka miliki-meskipun tidak seluruhnya. Dan inilah realita yang kita alami. Mindset kita masih terwarnai atauh bahkan masih tercelup dalam warna kolonialisme tempo doloe. Bekas-bekas penjajahan itu mungkin masih belum hilang dari kepala bangsa ini dan diwariskan turun-temurun.
Sakit. Sakir rasanya saya membaca komen tersebut. Bukan karena komennya, tapi sekali lagi itu sangat memperjelas kepesimisan bangsa ini. Penjajahan yang lebih berabad-abad benar-benar berdampak besar pada kondisi psikis bangsa ini. Mungkin sudah sampai tahap kronis. Menganggap kerdil bangsanya sendiri. Rendah.Picik. Kemudian orang-orang asing amat ditinggikan. Kita bangsa bodoh, tidak bisa apa-apa. Kita bangsa miskin, tidak punya apa-apa. Mereka orang-orang asing itu pintar. apapun mereka bisa. Maju peradabannya, teknologi canggih, otak encer, sepakbola oke pula. Mereka kaya sekali, sampai-sampai kekayaan alam kita mereka kuasai.
Anda SALAH! Ini hanya masalah persepsi dan mindset. Lihat saja, kulit kita rata-rata sawo matang, rambut hitam, tinggi sedang(kalo penilaian kita). Sementara mereka putih, rambut warna-warni, lebih banyak yang pirang, bahkan iris matanya juga berwarna, tinggi-tinggi pula. Kita tersugesti bahwa tipikal fisik yang seperti mereka itu yang sempurna, yang cantik, yang ganteng. Ini masalah persepsi kita! Dan mungkin persepsi mereka juga sama seperti kita, mereka lebih suka yang kulit gelap, rambut hitam, tinggi sedang atau pendek. Sekali lagi ini masalah persepsi!
Merupakan kecendrungan manusia adalah merasa kurang, kurang dengan apa yang mereka miliki. Selalu lebih mudah melihat apa yang kurang, dari pada apa yang lebih. Sebenarnya ini sepele. Tergantung bagaimana kita merlihat dan berpikir. Apa-apa yang kita miliki ini adalah jatah terbaik dari Allah untuk kita. Dan tidak ada sebenarnya itu yang kurang, yang jelek atau apalah namanya. Pertanyaannya sekarang, apakah ada parameter resmi dari sang pencipta tentang kekurangan-kekurangan yang sering kita permasalahkan? Jawabannya tidak. Satu parameter yang dia berikan adalah ketaqwaan.Hanya satu ini parameternya untuk mengukur siapa yang lebih dan lebih. Dan ini yang adil. Dan kita, selama ini ternyata telah disibukkan dengan kecendrungan kita untuk menghitung-hitung apa yang dirasa kurang. Sekali lagi itu bukan kekurangan. Tergantung bagaimana mindset yang tertanam dalam diri kita. Seperti apa mindset kita tentang kelebihan dan kekurangan itu.
Begitu jugalah bangsa ini, coba pelajari sejarah! Oh iya, pelajaran sejarah yang di sekolah-sekolah itu(yang dulu saya dapat) kebanyakan menceritakan tentang penderitaan bangsa ini selama terjajah dan perjuangan mencapai serta mempertahankan kemerdekaan. Berbagai kebijakan-kebijakan pemerintah kolonial dibeberkan, seperti cultuur stelsel(cuma ini yang saya ingat,hehe). Yang dirugikan lagi-lagi bangsa ini akibat kebijakan-kebijakan tersebut. Cerita ditindas lagi yang kita dapat. Kemudian tentang perjanjian-perjanjian, hasilnya ya dirugikan lagi. Cerita ditindas lagi yang kita dapat. Hingga setelah kemerdekaan, yang ditampilkan dalam buku-buku teks adalah berbagai kemelut-kemelut. Dari semua ini, absurd sekali nilai-nilai dan cerita kejayaannya. Sehingga apa? Sehingga yang terbayang-bayang dan dihafalkan(untuk persiapan ujian) adalah berbagai kemelut yang membuat bangsa ini terpuruk. Dan ekses dari semua itu adalah mental-mental inlander masih bersemayam dalam relung jiwa bangsa ini. Yakni mental bangsa terjajah. Padahal kita sudah merdeka!
Bangsa ini butuh motivasi. Bagaimana bisa maju kalau mindsetnya tidak diubah? Bagaimana mindsetnya bisa diubah kalau tidak diberi motivasi? Dan dan dan dan.
Sekali lagi bangsa ini butuh motivasi, butuh identitasnya ketika berjaya. Bangsa ini tidak teramat butuh cerita tentang ketertindasannya. Sebenarnya banyak cerita-cerita sejarah tentang kejayaan dan kehebatan bangsa kita, baik itu kolektif ataupun personal. Dulu, dulu sekali, nusantara berhasil dipersatukan oleh moyang kita, Patih Gajah Mada. Bahkan Malaysia, Filiphina, dan Thailand, pun juga masuk (Kalau ga salah. Atau kalau salah, juga pada masa Sriwijaya, kita punya pengaruh yang kuat). Semakin kesini, kita masih tetap hebat. Buktinya? Salah satu Imam Masjidil Haram pada awal abad 20 adalah orang Indonesia. Beliaulah Syaikh Abdul Latif Al-Minangkabawi. Orang Sumata Barat, beliau masih keluarganya Kiyai Haji Agus Salim. Bayangkan, Imam Masjidil Haram di Makkah! Kita punya BJ. Habibie yang luar biasa. Oh iya, hampir ketinggalan. Kita Punya Presiden Soekarno yang sangat kharismatik, tegas, dan yang paling mantap adalah integritas!
Tunggu dulu tunggu dulu! Mari sejenak saja kita tinggalkan Timor Timur yang lepas pada masa BJ. Habibie dulu. Mari sejenak kita tinggalkan kemelut di akhir pemerintahan Presiden Soekarno dulu. Yuk mari pelajari, hafalkan, hayati, bagaimana mereka di masa-masa jayanya. Pribadi-pribadi luarbiasa yang jarang-jarang ada. Mengapa kita terlena dan terhipnotis dengan cerita mereka yang kelam? Padahal cerita mereka tentang kecemerlangan dan kejayaannya jauh lebih banyak. Dan yuk sekali lagi kita hayati dan internalisasi dalam diri.
Kita bisa! Kita hebat! BANGKIT! dan MENANG!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun