Warga Semarang tak heran jika kita menuju ke daerah sebuah tempat ibadah bagi agama Budhha, Bangunan tersebut sekarang terletak di tengah kota Semarang karena Pantai Utara Jawa yang selalu mengalami proses pendangkalan. Hal ini menyebabkan adanya proses sedimentasi sehingga lambat laun, daratan Pulau Jawa makin bertambah luas ke arah utara. Jika keluar Tol arah Jakarta berdampingan dengan melewati kampus UIN Walisongo Semarang.
PEMBAHASAN AKULTURASI KEBUDAYAAN WISATA RELIGI SAM POO KONG
Kehidupan sosial budaya yang menyatu dengan sebuah agama menjadi ciri khas Republik Indonesia, Sebagai negara dengan bermacam aneka ragam budaya dengan kearifan local lingkungan penduduk di kota semarang memiliki ciri khas tersendiri di berbagai daerah yang mempunyai nilai toleransi. Kebudayaan yang berkembang dalam suatu bangsa itu sendiri dinamakan dengan kebudayaan lokal, karena kebudayaan lokal sendiri merupakan sebuah hasil cipta, karsa dan rasa yang tumbuh dan berkembang di dalam suku bangsa yang ada di daerah tersebut. Di dalam kebudayaan suatu pasti menganut suatu kepercayaan yang bisa kita sebut dengan agama.upaya ketentraman umat beragama di lingkungan kota semarang dengan menidirikan sebuah kuil, fasilitator pertama dalam pemikiran konsep dengan penguatan keserasian sosial menjadi sebuah perdamaian melaksanakan aktivitas yang melibatkan anggota antar kelompok-kelompok pemuka agama dalam rangka akselerasi tercipta nya keserasian sosial kebutuhan kelompok netral merupakan tokoh masyarakat, tokoh budaya, cendekiawan dan public figure dengan latar bekang etnis dan agama berbeda.
Fakta adanya Sino Javanese Muslim Culture sebagai bentuk pluralisme kebudayaan ini masih dapat dilihat dalam Klenteng Sam Poo Kong di Gedung Batu Simongan Semarang. Pluralisme yang ada tidak hanya ditunjukan dalam unsur-unsur kebudayaan fisik saja. Lebih dari itu, simbol kebudayaan yang berupa sistem budaya, seperti ritual masih terpelihara hingga kini.
Penampakan simbol jawa lebih terlihat dari kegiatan ritual (baikperseorangan maupun rombongan) yang seringkali dilaksanakan di kompleks klenteng ini. Kegiatan ritual tersebut adalah ziarah makam. Objek material simbol jawa ditunjukan dengan tempat sesaji serta ritual pembakaran kemenyan dan bunga yang dilakukan di makam Kyai Juru Mudi Dampo Awang, makam Kyai dan Nyai Tumpeng dan ruang persembahayangan Kyai Jangkar. Terkadang juru kunci yang terdapat pada ketiga tempat tersebut juga menggunakan doa dan matera berbahasa jawa dalam menyampaikan permohonan pengunjung. Bentuk atap ruangan makam Kyai dan Nyai Tumpeng adalah bergaya joglo menunjukan simbol rumah adat jawa.
Bagi etnis Cina yang beragama Konghucu bentuk persembahayangan tidak dilakukan setiap hari, melainkan disesuaikan dengan kebutuhan mereka. Hanya saja setiap tanggal 1 dan 15 penanggalan Imlek, mereka diwajibkan untuk melakukan ritual doa di klenteng. Ritual doa ini dimulai dengan menyalakan lilin sebagai lambang penerang. Setelah ketiga hio akan disulut kedalam cawan api untuk kemudian ditancapkan ke altar penyembahan sambil berdoa. Tiga hio yang digunakan mewakili bumi (tanah), air dan udara. Penggunaan hio dimaksudkan sebagai perantara supaya doa-doa yang dipanjatkan dapat segera naik ke atas (langit), sehingga didengar oleh Tian (Tuhan) dan Dewa-dewi yang mereka sembah. Tata cara berdoa dimulai dari altar penyembahan kepada Tian yang selalu berada dibagian depan bangunan klenteng. Kemudian dilanjutkan dengan menyalakan hio pada altar dewa pintu, bila ada, karena tidak semua klenteng mendirikan altar persembahayangan untuk dewa pintu. Selanjutnya, mereka baru melakukan persembahayangan pada altar untuk dewa-dewi yang ada di klenteng.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H