Ketiga aspek ini tidak hanya bercerita, tetapi membentuk pengalaman yang membawa kita kembali ke hari-hari penuh perjuangan dan keberanian yang dirasakan warga Aceh.
Pada bagian Sejarah Museum Tsunami Aceh, kamu akan menemukan bagaimana museum ini didirikan sebagai monumen peringatan, namun sekaligus menjadi pusat edukasi. Tidak hanya menampilkan foto dan artefak, sejarah yang dihadirkan terasa hidup dan menyentuh.
Pameran yang disusun di sini menggambarkan dengan detail momen-momen krisis yang dialami masyarakat Aceh, mulai dari detik-detik sebelum tsunami melanda hingga masa-masa pemulihan. Ini bukan sekadar melihat peta atau timeline, tetapi lebih seperti diajak untuk memahami, bahkan merasakan, bagaimana saat-saat genting itu terjadi.
Lalu ada Desain Arsitektur Museum Tsunami Aceh, yang mencuri perhatian dengan caranya sendiri. Desain ini unik, terinspirasi oleh ombak, dan setiap elemennya memiliki filosofi.
Ridwan Kamil, sang arsitek, sengaja mendesain museum ini agar terasa seperti "ritual perjalanan", dimulai dari lorong gelap sebagai penggambaran ketakutan, lalu berlanjut menuju ruang terang sebagai simbol kebangkitan dan harapan.
Rasanya seperti diingatkan bahwa meski pernah jatuh, manusia selalu punya kekuatan untuk bangkit. Dan yang paling menggugah adalah Kisah Penyintas di Museum Tsunami Aceh. Di sinilah hati kamu mungkin akan tersentuh paling dalam. Menceritakan kisah mereka yang selamat dari bencana, museum ini membawa kita bertemu langsung dengan wajah-wajah keberanian.
Setiap cerita adalah pengingat tentang kekuatan hidup, tentang bagaimana mereka bertahan meski kehilangan segalanya. Membaca atau mendengar langsung kisah mereka membuat kita menyadari betapa berharganya hidup, dan betapa kuatnya manusia untuk melawan segala keterbatasan.
Desain lantai pertama museum ini adalah ruang terbuka, sebagaimana rumah tradisional orang Aceh. Selain dapat dipergunakan sebagai ruang publik, jika terjadi banjir atau tsunami lagi, air yang datang tidak akan terhalang lajunya.
Tak hanya itu, unsur tradisional lainnya berupa seni Tari Saman yang diterjemahkan ke dalam kulit luar bangunan eksterior. Sedangkan, denah bangunan merupakan analogi epicenter sebuah gelombang laut tsunami. Tampilan eksterior museum mengekspresikan keberagaman budaya Aceh melalui ornamen dekoratif unsur transparansi elemen kulit luar bangunan seperti anyaman bambu.