Salah satu pemandangan janggal dalam dunia perkuliahan adalah ketika mahasiswa lebih senang bermain dengan smartphonenya ketimbang mendengar penjelasan materi dari dosen di kelas. Kalau saja menanyakan tentang apa tujuan para mahasiswa tadi untuk datang ke kelas,ya pasti jawabannya adalah untuk kuliah. Dan kalau ditanya lagi mengapa mereka ingin kuliah, saya yakin banyak mahasiswa yang akan jawab untuk mendapatkan pekerjaan.
Lalu, apakah dengan datang ke kelas lalu memainkan smartphone mereka akan mendatangkan mereka pekerjaan? Ternyata iya lho. Setelah saya mencoba beberapa bulan ini untuk aktif di sosmed, khususnya di IG. Saya menemukan para mahasiswa banyak yang berhasil membangun sebuah lingkungan dimana mereka lebih mampu mengekspresikan diri. Yaa, minimal caranya dengan mengunggah foto-foto selfie yang menarik untuk dilihat atau bikin yg lihat pengen tanya “ihhh, foto dimana ituu?!”.
Sebagai seseorang yg masuk kedalam kategori “digital imigrant”, dari beberapa bulan aktif di beberapa sosmed. Rasanya sulit untuk menyusul “pencapaian” yang sudah mereka bangun di jagad digital. Baik dari retensi post yang diunggah, ataupun (ngaku) dari jumlah follower yang sudah mengikuti keseharian para selebrita dadakan ini. Saya jadi curiga, jangan-jangan mereka tergabung dalam jaringan likers, atau sindikat follower yang saling dukung satu sama lain untuk membuat komunitasnya jadi trending topics.
Berdasarkan apa yang lihat. Saya bisa katakan bahwa generasi sekarang ataupun yang akan datang setelah ini, mereka memiliki kapasitas belajar yang lebih besar dan lebih cepat. Hanya dengan mengikuti apa yang terjadi di media sosial atau di jagad internet, mereka dengan cepat mampu mengelaborasi banyak informasi tersebut untuk menjadi suatu hal yang mereka inginkan (passion) dan mereka geluti secara profesional (expertise). Dan dalam waktu yang cepat.
Dalam membangun komunikasi dan jaringan pun, yang saya lihat, banyak dari mereka justru lebih berhasil di dunianya maya ketimbang di dunianya nyata. Bahkan ada direksi dari perusahaan menilai calon pegawai yang akan direkrutnya berdasarkan aktivitas calon tersebut di sosial media. Ataupun ada professor yang menilai kelayakan calon mahasiswa internasionalnya dari halaman facebook mahasiswa tersebut. Tentu sosmed pada akhirnya bukan hanya jadi ajang gosip saja, namun lebih menjadi portofolio diri untuk dilihat lebih profesional.
Sekarang, banyak mahasiswa justru mendapatkan ilmu (informasi) yang pada awalnya ditawarkan perguruan tinggi, malah didapatkan diinternet atau sosial media. Contoh sederhananya, banyak sekali tugas makalah mahasiswa yang berasal dari internet. Kalau ditelaah lagi, benar bukan kalau mahasiswa lebih mendapatkan banyak dari internet daripada dari dosen?! Namun, apa hal tersebut membuat Perguruan Tinggi (PT) kesepian peminat?! Tidak sama sekali. Kenyataan ini justru harus membuat PT menaikkan kualitas outcome nya kelak.
Kelas-kelas di kampus sudah saatnya tidak terpaku pada textbook yang sudah terlampau tebal. Indikator 'membaca' sebagai sebuah budaya yang suci dalam kehidupan akademik sudah waktunya untuk ditinggalkan. Budaya 'meneliti' dan menghasilkan informasi sudah waktunya terjadi, bahkan mungkin sudah agak terlambat, namun tetap saja harus dimulai. Sarjana (S1) bukan levelnya untuk hanya mencari kerja, karena lulusan SMK atau D 1, 2, dan 3 pun mampu bersaing untuk mendapatkan pekerjaan.
Lalu, bagaimana caranya agar sosmed bisa bermanfaat untuk meningkatkan outcome tadi? Salah satu yang bisa dilakukan adalah dengan meramaikan atau malah membuat sosial media khusus perguruan tinggi untuk mengunggah karya ataupun tugas perkuliahan. Dengan sosial media, semua mahasiswa mampu mengakses jenis karya yang dihasilkan mahasiswa program studi lain. Dapat juga dosen memberikan tugas yang dimana mahasiswanya harus mendapatkan informasi dari mahasiswa prodi lain untuk menyelesaikan tugasnya.
Dengan adanya kolaborasi di sosial media yang khusus ini. Selain mereka memiliki ruang untuk berkarya dan menampilkan kerja kerasnya, mereka juga mendapatkan peluang untuk memiliki lebih banyak kenalan dan memperbesar peluang untuk berkarya. Penelitian multidisipliner pun memiliki peluang yang lebih besar untuk terjadi. Dan tenaga akademik yang berada di perguruan tinggi dapat memonitor dan membimbing secara langsung kegiatan akademik para mahasiswanya.
Besar sekali manfaat sosmed ini. Adaptif dan akseleratif untuk meningkatkan outcome PT dengan cara yang lebih menarik dan kekinian. Hanya dengan tinggal melaksanakan kewajiban, 1) tulis, 2) unggah, dan 3) diskusi.
Semoga bermanfaat dan be happy.