Menelusuri Minangkabau Kampuang Para Ulama
"Sjech M. Djamil Djambek"
Â
Sjech M. Djamil Djambek tokoh pendidikan dan pembaharuan di Minangkabau (Sumatera Barat), gagasan dan pembaharuan pendidikan yang dirancang meliputi metode dan materi pendidikan Aqidah. Metode tradisional selama ini dipandang belum mampu memperbaiki aqidah masyarakat, aqidah yang terbungkus oleh mitos-mitos ajaran nenek moyang[1].Â
Tertanam dalam masyarakat Minangkabau, orang yang meniru budaya barat, disebut dengan Kapir. Â seperti : memakai baju Jas, dasi, sepatu, dan motor. Pemahaman keliru ini di luruskan dengan memberi makna hukum Islam yang lebih elastis dan rasional.Â
Ulama innovator Minangkabau, tidak berlebihan untuk beliau yang meraih kegemilangan masa lalu, sebagai "Mata Air" kearifan lokal, "Ka pai tampek batanyo, ka pulang tampek babarito ". Bertanya dan meminta nasehat Agama, dari pelosok Nusantara dan bahkan manca Negara.
Ulama pelopor pembaharuan Islam di Sumatera Barat (Minangkabau) awal abad ke-20-an, ahli ilmu falakiyah. ketika masih berada di tanah suci Sjech M. Djamil Djambek aktif mengajarkan ilmunya, dan termashur sebagai Ahli Falak. terutama orang Indonesia yang sedang menimba Ilmu. Apalagi bagi mereka yang berasal dari Sumatera Barat (Minangkabau).Â
Seperti : Ibrahim Musa Parabek (Pendiri Perguruan Tawalib Parabek), serta Syekh Abbas Abdullah (Pendiri Perguruan Tawalib Padang Panjang). Buya GusrizaL Gazahar (Ketua MUI Sumatera Barat) Yang Terkenal dengan Fatwa-Fatwanya.
 Tahun 1900an, agama Islam hanya bagi orang yang datang mengaji ke Surau, untuk masyarakat kaum tani, kaum saudagar, pegawai Negeri dan lain-lain boleh dikatakan tidak ada. Keresahan ini menjadi memicu semangat beliau untuk merubah pola pendidikan yang lebih memasyarakat.Sekitar tahun 1911
[2] pendidikan Islam untuk masyarakat berupa tablig, pidato, Khutbah, dirancang oleh Sjech M. Djamil Djambek, Beliaulah mulai menyebarkan pendidikan Islam ke kota-kota, ke Dusun-dusun, ke Jorong-jorong dan bahkan sampai ke Bukit-bukit dan Gunung-gunung. Jejak langkah ini mulai diikuti para ulama muda sebagai generasi penurus dikemudian hari.
"Kita selama ini, hanya menyiarkan pendidikan dan pengajaran agama Islam di Surau-surau saja. Sekarang kita siarkan ke kota-kota dan kepada sekalian masyarakat, laki-laki dan perempuan. Kalau orang memperagakan dagangannya di pasar-pasar, maka kita harus memperagakan pengajian agama sampai ke pasar-pasar "[3]