Akhirnya Presiden SBY menyetujui untuk tetap mengikuti kesepakatan perdagangan bebas Asean China Free Trade Agreement (ACFTA). Dengan alasan tak ingin dianggap tidak menyepakati apa yang dirumuskan oleh anggota Asean. Apalagi Indonesia adalah ekonomi terbesar di Asia Tenggara dan negara anggota G20 (Kamis, 21 Januari 2010, Viva News).
Sejatinya SBY harus berani menunda pemberlakukan perjanjian perdagangan bebas tersebut dengan alasan kepentingan industri perekonomian bangsa ini yang belum siap secara infrastruktur dan suprastruktur ekonomi. Faktanya, pasar bebas belum diberlakukan saja bangsa ini sudah dijajah secara ekonomi dengan membanjirnya berbagai produk luar negeri baik secara haram melalui penyelundupan maupun halal dengan cara impor legal yang dilakukan oleh Pemerintah untuk kepentingan dalam negeri.
Tentunya ini menjadi perhatian serius dari pemerintah, karena selama ini tidak pernah maksimal dalam memperkuat dan memajukan industri nasional dalam menghadapi tuntutan pasar bebas tersebut. Yang namanya pasar bebas tentu asas utamanya adalah persaingan, yang bebas dari intervensi pemerintah untuk mengontrol harga dari produk-produk yang diperdagangkan. Penilaiannya diserahkan kepada konsumen untuk membeli produk yang diinginkannya. Tentunya, setiap konsumen kecenderungannya memilih suatu produk/barang dengan kualitas yang baik dan harga yang murah. Bisa dipastikan sebagian dari produk-produk nasional ini akan kalah bersaing dengan alasan kualitas dan nilai jual tersebut.
Bukan berarti meremehkan produk dalam negeri namun untuk saat ini sebagian produk kita memang kalah saing dengan produk-produk dari China.
Tidak bisa dipungkiri kebijakan pasar bebas ini hanya menguntungkan negara-negara maju yang ingin melakukan neo kolonialisme dengan menguasai perekonomian suatu bangsa dan menghancurkan sendi-sendi perekonomian bangsa yang dijajahnya. Karena hanya negara-negara maju saja yang sekarang siap untuk bersaing dengan persiapan dan perencanaan yang telah dipersiapkan jauh hari sebelumnya.
Sementara Indonesia, ibarat tentara yang mau berperang tapi menggunakan persenjataan lama dengan amunisi yang sekedarnya. Boro-boro untuk menang, hidup saja sudah syukur. Semoga saja anggota dewan yang katanya akan memperjuangkan aspirasi rakyat ini bisa meninjau kesepakatan perjanjian bebas tersebut dengan didukung oleh rakyat Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H