Mohon tunggu...
taufik hidayat
taufik hidayat Mohon Tunggu... -

selalu ingin belajar

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Bayi Itu Lahir Tanpa Suara

10 Mei 2010   04:48 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:18 461
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Aku terjaga dari tidur setelah mendengar suara tangisan dari dalam dan luar kamar tidurku. Setengah sadar, aku coba memandangi wajah seseorang yang menangis tersedu-sedu. Sambil mengucek mata, ku ingin melihat dengan jelas, "Oh ternyata isteriku". Tapi, kenapa mukanya berubah menjadi merah, sembab dan basah serta berlinang air mata. Tanyaku penasaran dalam hati.   Ada apakah gerangan sampai isteriku menangis seperti itu. Ada apa dek, kok menangis ?. Terkadang aku memanggil isteriku dengan sebutan adek atau umi. Orangnya putih dan tingginya sekitar 160 cm. Dia kembali sesunggukan sambil menyeka air mata dengan jilbab pinknya. Terbata-bata dia coba menjawab pertanyaanku. Bang, Iya, kenapa sayang, tanya ku lagi. Anaknya, anaknya siapa, anaknya Makcek Lia..... meninggal. Dia kembali menangis dan menangis sambil tertunduk lesu. Ku peluk dia sambil kuucapkan Inna lillahi Wa Inna Ilaihi Roji'un. Semua yang berasal dari Allah akan kembali kepada-Nya. Dalam ajaran islam kalimat itu harus diucapkan setiap mendengar kabar duka, seperti kematian/meninggalnya seseorang. Kapan dan gimana ceritanya ?, barusan aja bang sekitar 20 menit yang lalu tepatnya jam 16. 30 menit. Bayinya meninggal karena terlilit tali pusar. Cantiklah bayinya, kulitnya putih, sayang kali bang. Adek liat sendiri tadi. Mamaknya makcek itu sangat sedih sekali, dia terus menangis sambil menggendong cucunya yang sudah tak bernyawa lagi. Makcek Lia itu melahirkan di rumah kami, kamarnya sekitar 8 meter bersebelahan dengan kamar kami.   Adek diingatkan sama mama, agar air mata Nyak Wa (sebutan untuk mamaknya Makcek Lia) itu tidak mengenai wajah si bayi. Kasihan bang nanti bayinya. Makanya adik hampiri dan bilang sama Nyak Wa jangan sampai airmatanya jatuh di wajah si bayi. Adek juga bilang, bahwa bayi ini dijamin surga oleh Allah. Dia akan menolong orang tuanya di akhirat nanti asalkan orangtuanya patuh dan taat kepada Allah. Abang kasih semangatlah sama Cek Man (suaminya makcek Lia). Iyalah, abang bersiap-diap dahulu sekalian mau sholat ashar. Ternyata aku tadi tertidur pulas sehingga telat untuk sholat ashar. Begitu aku keluar dari kamar, Nyak Wa itu masih tetap menggendong bayi sambil terus menangis dan sesekali berkata-kata ingin pulang segera ke rumahnya. Ngapain lagi kita disini, ayo segera kita pulang, sambil terus menangis. Dalam kamar tempat melahirkan makcek itu aku liat saudara-saudaraku di sana serta suaminya Cek Man, yang memegangi tangan serta kepala isterinya tersebut. Aku hampiri dia, dan katakan, sabar dan ikhlas ya Cek, semuanya ini pasti ada hikmahnya. Dalam hatiku dia pasti sangat sedih, karena sebelumnya isterinya juga keguguran. Jadi sudah dua kali peristiwa pahit ini menerpa mereka. Ya, Allah engkaulah yang maha mengetahui seluruh isi alam ini.     Sebenarnya tanda-tanda kecemasan telah tampak sebelumnya, tatkala Makcek Lia itu dipasangi impus oleh Bidan, untuk menambah tenaga. Karena dia sudah kelelahan. Selain itu, kabarnya Makcek Ita itu sudah mulai tidak merasakan gerak bayi diperutnya lagi. Sudah 3 jam sejak dia ngedan, bayi belum keluar. Asumsinya bayi sudah keracunan  dengan air ketuban. Selain karena faktor terlilit tali pusar tersebut. Padahal seminggu sebelumnya mereka sudah berkonsultasi dengan Dokter. Dikatakan bahwa ini kemungkinannya cesar. Melahirkannya bisa normal tapi berisiko. Sehari menjelang melahirkan, mereka kembali menemui dokter tersebut, untuk memeriksakan bayi di dalam janin. Dan kembali menanyakan apakah ini bisa melahirkan dengan normal. Dokter menjawab bisa. Akhirnya, mereka kembali ke rumah. Yang aku tidak habis pikir, kenapa harus kembali lagi ke rumah, bukankah sebaiknya tetap di rumah sakit bersama dengan dokter yang telah mengetahui kondisi bayi itu. Wallahu a'lam bisshawaf, Allah lah yang lebih tahu.    Dari cerita ini ada banyak hikmah yang bisa diambil : Pertama, sebaiknya para ibu yang akan melahirkan itu ke rumah sakit, puskesmas atau klinik untuk mengantisipasi segala sesuatu yang akan terjadi. Karena peralatan yang tersedia lebih lengkap. Kedua, jika pun harus melahirkan di rumah maka persiapkan segala sesuatunya dengan baik. Ketiga, jika gerak bayi di dalam perut sudah tidak terasa maka segeralah dirujuk ke pusat layanan kesehatan untuk mendapatkan pertolongan lebih lanjut.    Keempat, para ibu tidak mesti takut dengan yang namanya operasi, yang terpenting adalah menjaga keselamatan ibu dan bayinya. Semoga cerita ini bermanfaat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun