Mohon tunggu...
Andi Taufan Tiro
Andi Taufan Tiro Mohon Tunggu... -

Anggota DPR RI, Fraksi Partai Amanat Nasional

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kepemimpinan MPR RI, Antara Simbol dan Urgensi

6 Oktober 2014   19:30 Diperbarui: 17 Juni 2015   22:11 434
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1412573280686126908

Rancang bangun format ketatanegaraan Indonesia telah mencapai titik terbaik. Dari sisi format kelembagaan, mampu menghadirkan keseimbangan politik, antara Eksekutif, Legislatif, dan Yudikatif. Azas trias politika tersedia penuh, malah lengkap dengan lembaga-lembaga “pelengkap”.

Jika boleh memakai istilah Mahfud MD, maka kini ada lembaga negara yang berposisi: main state(organ utama negara) dan auxiliaries state(organ negara pelengkap).Kini tak ada lagi lembaga tertinggi, melainkan sama-sama menyandang atribut lembaga tinggi negara. Main state itu adalah MPR, DPR, (institusi parlemen), untuk Legislatif. Presiden, sebagai eksekutif, dan MA sebagai Yudikatif. Sementara auxiliaries state adalah DPD, MK, dan BPK.

Perubahan lanskap sistemik itu tentu sedikit banyak mengubah bandul pendulum. Misalnya adalah MPR RI. Dulu ---sesuai dengan sebutannya sebagai Lembaga Tertinggi--- MPR RI punya fungsi yang sangat menentukan. Tapi kini, bahkan ada pihak yang menyindirnya “hanya” sebagai forum joint session, yang mempertemukan antara DPR dan DPD, sewaktu-waktu saja. Atau yang menyebut MPR RI sebagai simbol semata... Bentuk tatapan seperti ini kiranya muncul karena aktivitas parlemen yang lebih menyedot perhatian adalah DPR RI.

Benarkah perubahan sistem itu sedemikian menempatkan MPR RI menjadi tidak penting?

Tetapi dinamika politik tak akan berhenti hanya sebagai sebuah sistem. Di sana ada proses, dinamika, tingkah laku, adaptasi, dan bahkan perubahan-perubahan (bisa berbentuk progresi alias makin maju, bisa juga regresi atau mundur).

Salah satu yang kerap lepas dari perhatian adalah betapa lembaga MPR, sebagai simbol representasi politik (melalui DPR) dan representasi daerah (melalui DPD), masih punya peran strategis, meski statusnya tak lagi menjadi lembaga tertinggi negara. MPR tidak lagi memilih presiden ---karena hak itu kini sudah berada di tangan rakyat. MPR memang tidak lagi membuat GBHN atau Garis Besar Haluan Negara, karena pokok soal itu sudah ada di tangan presiden.

Simbol representasi ini pasti memiliki ruang gerak yang cukup terbuka di alam demokrasi saat ini. Kebutuhan untuk melihat artikulasi peran MPR RI (di luar fungsi yang eksplisit termaktub dalam konstitusi), adalah perlu. Semisallegacy (warisan) politik MPR RI untuk bangsa, di era Pak Taufieq Kiemes, yang gencar melaksanakan Sosialisasi Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara.

Tatapan Teoritis

Cara untuk memahami model pelebaran aktualisasi MPR RI adalah dengan mengutip teori fungsional struktural dari Talcot Parson. Teori ini memang sejatinya memotret gerak perubahan struktur (lembaga) sosial, tetapi paralel juga untuk diterapkan dalam mencandra perubahan struktur (lembaga) politik.

Menurut Parson, sebuah lembaga (sosial dan politik), dapat berperan melakukan perubahan dan adaptasi jika berhadapan vis a vis tantangan di sekitarnya. Maka tak berlebihan jika kita berharap institusi MPR juga bersifat dinamis, responsif, dan mampu menangkap “sinyal-sinyal zaman”.

Tinggalah kini kita sepakati, berbagai bentuk tantangan penting yang tengah dihadapi bangsa ini. Kira-kira, jika dibuat rumusan sederhana, agenda mendesak adalah: (1) Membangkitkan kembali spirit kesatuan dan persatuan; (2) Penguatan tafsir konstitusi dan dasar negara, Pancasila; (3) Mengangkat kembali elan vital perjuangan bangsa, untuk menjadikan Indonesia sebagai negara yang bermartabat; (4) Agenda pemberantasan korupsi; (5) Mendorong lahirnya pemerintahan yang bersih dan akuntabel.

Formulasi bentuk-bentuk tantangan faktual itu beberapa diantaranya telah dilakukan oleh MPR RI, di periode kepemimpinan Pak Taufiek Kiemas hingga saat ini, melalui sosialisasi empat pilar. Akan tetapi agaknya butuh political will yang leibh kuat lagi, agar MPR sebagai badan yang menyatukan representasi politik dan daerah, jauh lebih aktif ikut serta dalam menangani persoalan-persoalan bangsa.

Lebih-lebih kita saksikan hari ini, betapa bangsa kita nyaris terbelah. Seperti ada block politik yang tolak menolak dan saling menegasi (menghilangkan) satu sama lain. Kompetisi politik seolah-olah hanya bermain dalam tema zero sum game (hanya memenangkan satu pihak dan mengalahkan pihak yang lain). Hampir-hampir tak ada lagi kompetisi yang bersifat saling menguatkan dan saling menguntungkan (win-win solution).

Harapan

Hari ini atau beberapa saat lagi, Indonesia akan memiliki formasi kepemimpinan MPR RI yang baru. Bila dikonfrontasikan dengan asumsi tantangan politik terkini (yang telah di rumuskan di atas), maka wajar jika kita berharap para pemimpin baru ini sadar situasi.

Semoga para pimpinan MPR RI tak melulu bersikukuh dengan fungsi-fungsi legal formalnya. Melainkan bersifat artikulatif. Mereka kita harapkan mampu melakoni arus kepemimpinan yang memotivasi, jadi inspirasi, sumber ketaladanan, dan bersama-sama rakyat mengatasi pelbagai persoalan bangsa. Insya Allah...

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun