*Pae ku, Aku Rindu*
rinai hujan membasah tanah
menembus bumi sore bertahata
langit memperlihatkan dukanya
seraya menetes kerinduan tak bertuan
berjatuhan air langit berisik memukul
atap terkesan berteriak ramai riuh
meruda memaksa keadaan yang ingin sekali merengkuh rindu
memekik keras terdengar oleh hati yang resah
dia yang dirindu, tak bisa kupeluk untuk hempas rindu
dia dalam pangkuan Sang Maha Pemilik
dia kembali kepada muasalnya yang abadi,
menyelesaikan petualangan amalnya selama raga bernyawa
berat rindu ini tak terbalas, sebatas pusara
tempat dia terlelap tidur tak kembali terjaga
merebahkan sosoknya bersiap mengahadap Tuhannya
berselimut kain putih tak berjahit, berbantal gumpalan tanah
Pae ku, kini tinggal menyisakan rindu
pae ku, yang segala peluhnya tak terbayar
yang punggungnya memikul beban untuk arti bahagia
yang ketegarannya menutup sengsara dan dukanya
yang baginya, hidupnya adalah sekedar memperjuangkan tanggungannya
iya, rinai hujan menetes bertahta mesra
merangkul rindu yang menyakitkan karna sebatas
tersekat antara fana dan nyata
hanya derai air mata bertengger di pipi
tersungkur dahi, membisik bumi untukmu wahai Ilahi
Pae ku, aku rindu
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H