Mohon tunggu...
Taufan Satyadharma
Taufan Satyadharma Mohon Tunggu... Akuntan - Pencari makna

ABNORMAL | gelandangan

Selanjutnya

Tutup

Diary

Buah Keterpaksaan

23 Desember 2021   16:27 Diperbarui: 23 Desember 2021   16:41 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pikiran-pikiran itu tidak pernah berhenti melintasi hati. Yang mengkalutkan hati dengan hal-hal yang datang entah dari luar ataupun dalam diri sendiri. Sedangkan semua itu tidak mampu kita cegah, kecuali dengan mengetahui penyebab-penyebabnya. Ia seolah selalu saja mengetuk-ngetuk pintu pendengaran dan juga nampak begitu nyata dalam penglihatan.

Sekalipun kita bersama mengetahui kelengahan kita, sudah begitu mengagungkan Tuhan kita, pun takut dan mengharap hanya kepadaNya, akan tetapi pikiran yang merdeka justru semakin kerap dihantui oleh-hal-hal yang malang-melintang di alam pikiran. Dan meskipun hati adalah tuan rumahnya, apabila kita tidak waspada, maka potensi lenyapnya kehadiran hati akan semakin terasa. Yang juga sudah diperingatkan dalam firman, "orang-orang yang lalai dalam shalatnya."

Orang mukmin yang rajin melakukan ibadah bisa jadi memiliki 2 sisi kemungkinan, yakni mukmin yang benar--benar tangguh imannya atau mukmin yang merasa dirinya masih selalu membutuhkan peringatan akan kelengahan yang dirasakannya. Waktu akan selalu menjadi penanda, akan seberapa banyak nikmat-nikmat itu telah banyak terdustakan, atau sebaliknya,  dusta-dusta yang tidak sadar telah menjadi kenikmatan.

Banyaknya diri melakukan sujud tidak bisa menjadi jaminan keselamatan, apalagi kalau sujud itu banyak bercabang dan tertuju kepada indahnya lembah-lembah dunia. Kesendirian tidak bisa menjadi jaminan untuk fokus melepaskan diri dari jeratan panca indera yang tak henti memancing riuh gemerlapnya cinta terhadap hal-hal yang fana'. Bahkan, sesuatu yang dianggapnya menjadi kebenaran tidak selalu setiap saat mampu menolong diri dari ancaman-ancaman yang menyiksa kelak.

Seperti halnya malam-malam Selasan yang beberapa minggu ini selalu dinaungi oleh gerimis hujan. Menjadi rintangan dan halangan tersendiri untuk mengkuburkan niat untuk meneguhkan cinta secara berjamaah. Memperbanyak cerminan diri agar mampu melihat dan merasakan kehadiran tuan rumah yang mungkin saja selama ini enggan menyambut suara ketukan pintu di altar kasih sayangNya.

Terkadang, kita memang membutuhkan paksaan atas hal-hal yang diri sendiri tidak mampu untuk mengatasinya. Jangan sampai diri ini hanya lihai dalam membuat alasan-alasan atas ketidakmampuannya. Apalagi hanya untuk menutupi kelalaiannya. Dan apabila suatu peringatan itu menyinggung perasaan di antara kita, justru itu menjadi pertanda bahwa nasihat yang baik telah baik kepadamu. Meskipun, harga diri kita akan seketika memberikan respon untuk menolaknya.

Selasan telah kini telah mambuat paksaan dan peringatan yang ke-106, bertempat di Dusun Caruban (kediaman Mas Mizhar), Kabupaten Magelang. Yang menyiksa dulur-dulur yang hadir dengan mencabut segala hawa nafsu dan menggantinya dengan ketenangan ataupun kekhusyukan. Meskipun tidak seluruhnya. Sehingga apa yang tampak hanya tinggalah satu, "Aku merendahkan diri di hadapan Tuhanku 'Azza Wa Jallaa, kiranya tidak dikutukiNya aku."  

Uniknya sekalipun dalam paksaan, Selasan selalu berbuah kebahagiaan dan juga kenikmatan. Kebahagiaan karena tak kehilangan canda serta tawanya setelah acara, atau kenikmatan atas kejutan-kejutan sajian yang selalu diperkenankan melalui kemurahan hati Mas Mizhar dan keluarga, sebagai tuan rumah yang menghormati kehadiran dulur-dulur di kediamannya.

Keterpakasaan mungkin menjadi salah satu obat untuk mendapatkan ketenangan. Ataupun kegiatan ini bisa menjadi salah satu bagian dari pekerjaan yang tidak akan pernah selesai, dan juga tidak akan banyak mendapatkan atensi karena tidak pernah terlihat hasilnya. Termasuk tadabbur yang banyak tersirat, meskipun banyak yang lain mengambil kebaikan yang berbeda.

Yang pasti, sekalipun keterpaksaan itu selalu meliputi. Pada akhirnya, ia akan melemah-lembutkan hati dan mengembalikan dulur-dulur untuk lebih mendalami dan memahami banyak cara untuk selalu berdzikir atau mengingat Tuhannya.

***

Dusun Caruban, 14 Desember 2021

Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun