Mohon tunggu...
Taufan Satyadharma
Taufan Satyadharma Mohon Tunggu... Penulis - Pencari makna

ABNORMAL | gelandangan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Insen(si)tive

12 November 2021   16:02 Diperbarui: 12 November 2021   16:30 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
unsplash/clay-banks

Bagaimana rasanya ketika kita mendapat insentif dari tempat kita bekerja? Dari perasaan bahagia, puas, hingga mungkin merasa tidak cukup, sudah pasti itu semua pernah kita rasakan bersama. Walaupun insentif itu merupakan apresiasi tambahan (bonus) atas kerja keras kita selama periode waktu tertentu, tapi apakah itu akan berlaku selama kita selalu bekerja ekstra?

Setelah jeda baik karena faktor pandemi atau yang lainnya, mari kita coba banyak mengingat momen-momen dalam maiyahan, mana yang paling terekam antara yang didengarkan atau yang dirasakan? Mana yang paling berpengaruh antara maiyahan secara langsung dengan bermaiyah via youtube?

Seseorang dididik  dengan banyak mendengar beda antara baik dan buruk, atau  benar dan salah. Namun, kurang bisa memahami apa yang terkandung di dalam konteks suatu keadaan. Mengenal yang baik itu bagus, tapi apakah merasa baik itu sesuatu pencapaian yang bagus juga?

Kehidupan dunia nampak dijadikan begitu indah, akan tetapi di sisi yang lain dunia layaknya penjara yang begitu pengap dan menyesakkan. Kita selalu memberi tempat kepada kebahagiaan, hingga terkadang lupa menyisihkan ruang bagi kesedihan.

Apabila kebersamaan ini merupakan getaran yang membentuk suatu prototype untuk peradaban di masa yang akan datang, tidakkah seharusnya kita siap untuk terus berjuang di segala medan cuaca?

Menghitung itu bagus, tapi kalau terlalu banyak berhitung nanti bisa menjadi perhitungan (transaksional). Menimbang juga bagus, asal jangan sampai terlalu banyak menimbang yang akhirnya menjadikan diri bimbang.

Berbicara mengenai kehidupan, sudah terlalu banyak insentif yang Tuhan berikan, tanpa perlu banyak menghitung, semestinya sudah ada jaminan keselamatan. Tapi nampaknya, manusia tidak peka (insensitive) terhadap dualitas pilihan-pilihan. Kita sering terjebak dan terhenti karena hanya tersedia sedikit waktu untuk memutuskan.

Hingga "merasa baik" terkadang justru menjerumuskan diri kita dan meragukan kevalidan jaminan yang telah diberikan olehNya. Meminjam sebaris lirik lagu "Insensitive" dari Letto yang berkata, "so little guilt on our side", begitu sedikit rasa bersalah itu kita rasakan. Lantas, ketidakpekaan atas apa yang kita rasakan, saat kita selalu mendapat insentif dari Tuhan?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun