Mohon tunggu...
Taufan Satyadharma
Taufan Satyadharma Mohon Tunggu... Penulis - Pencari makna

ABNORMAL | gelandangan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Tidak Memahami Rasa

1 Oktober 2021   16:14 Diperbarui: 1 Oktober 2021   16:15 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tidak ada rasa yang tercipta tanpa suatu pengalaman yang banyak memberi informasi tentang suatu data. Kalaupun bisa, rasa yang dicipta akan mengandung banyak bias karena limitasi data. 

Kecuali ada faktor upaya atas stimulasi pikiran dan keinginan yang pada akhirnya mewujud suatu rasa. Atau jangan-jangan Yang Maha Memiliki Rasa tidak tega atas hamba-hambaNya. Dia mungkin sedang ingin disapa melalui rasa syukur dan bahagia.

Akan tetapi, terkadang mungkin kita justru terbuai oleh rasa yang diberikan. Sehingga kewaspadaan diri terhadap penyakit hati, sedikit demi sedikit semakin berkurang. Yang tadinya sudah cukup, berangsur mulai merasa kekurangan. 

Baik atas keamanan atau kebahagiaan yang sebelumnya telah didapat. Bahkan, yang perlu kita mawas terhadapnya adalah lupa. Lupa yang bisa membuat diri lalai dan dholim terhadap segala bentuk rasa yang menjadikannya bahagia.

Sehingga berbaliklah keadaan, yang tadinya syukur menjadi penuh sambat. Yang tadinya bahagia menjadi merasa penuh penderitaan. Yang tadinya mendapati ketenangan, seketika diterjang gelombang kegelisahan. 

Pertanyaannya, apakah di waktu kita ingin kembali ke rasa semula dan di saat mendapati keadaan yang berkebalikan dengan keinginan, kita bisa menciptakan rasa-rasa tersebut? Kalau engkau bisa menciptakan rasa, mengapa tidak langsung engkau buat perasaan bahagia itu?

Sejumawa itukah engkau mampu membingkai pengetahuan? Atau sebegitu tidak tahu dirikah engkau hingga mengakuisisi hak cipta dari Tuhan Semesta Alam? Sesekali engkau perlu diberikan data akan sakit, agar semakin valid pengetahuan data tentang bagaimana rasanya sembuh atau sehat.

Akankah, kita mulai menyadari bahwa Tuhan juga ingin dikenal melalui sisi yang sebaliknya? Bukankah kemana kita menghadap, seharusnya ada kesadaran akan "di saat itulah kita sedang menhadap wajah Tuhanmu". 

Masih ada banyak keterbatasan untuk menemukan sesuatu-sesuatu yang baru dan masih misteri. Kita bisa terus mencari dengan pengetahuan, kita bisa mendapati hikmah pembelajaran dengan kebijaksanaan. Akan tetapi, kita tidak akan pernah bisa memahami kehendakNya, apalagi memastikannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun