Tidak ada rasa yang tercipta tanpa suatu pengalaman yang banyak memberi informasi tentang suatu data. Kalaupun bisa, rasa yang dicipta akan mengandung banyak bias karena limitasi data.Â
Kecuali ada faktor upaya atas stimulasi pikiran dan keinginan yang pada akhirnya mewujud suatu rasa. Atau jangan-jangan Yang Maha Memiliki Rasa tidak tega atas hamba-hambaNya. Dia mungkin sedang ingin disapa melalui rasa syukur dan bahagia.
Akan tetapi, terkadang mungkin kita justru terbuai oleh rasa yang diberikan. Sehingga kewaspadaan diri terhadap penyakit hati, sedikit demi sedikit semakin berkurang. Yang tadinya sudah cukup, berangsur mulai merasa kekurangan.Â
Baik atas keamanan atau kebahagiaan yang sebelumnya telah didapat. Bahkan, yang perlu kita mawas terhadapnya adalah lupa. Lupa yang bisa membuat diri lalai dan dholim terhadap segala bentuk rasa yang menjadikannya bahagia.
Sehingga berbaliklah keadaan, yang tadinya syukur menjadi penuh sambat. Yang tadinya bahagia menjadi merasa penuh penderitaan. Yang tadinya mendapati ketenangan, seketika diterjang gelombang kegelisahan.Â
Pertanyaannya, apakah di waktu kita ingin kembali ke rasa semula dan di saat mendapati keadaan yang berkebalikan dengan keinginan, kita bisa menciptakan rasa-rasa tersebut? Kalau engkau bisa menciptakan rasa, mengapa tidak langsung engkau buat perasaan bahagia itu?
Sejumawa itukah engkau mampu membingkai pengetahuan? Atau sebegitu tidak tahu dirikah engkau hingga mengakuisisi hak cipta dari Tuhan Semesta Alam? Sesekali engkau perlu diberikan data akan sakit, agar semakin valid pengetahuan data tentang bagaimana rasanya sembuh atau sehat.
Akankah, kita mulai menyadari bahwa Tuhan juga ingin dikenal melalui sisi yang sebaliknya? Bukankah kemana kita menghadap, seharusnya ada kesadaran akan "di saat itulah kita sedang menhadap wajah Tuhanmu".Â
Masih ada banyak keterbatasan untuk menemukan sesuatu-sesuatu yang baru dan masih misteri. Kita bisa terus mencari dengan pengetahuan, kita bisa mendapati hikmah pembelajaran dengan kebijaksanaan. Akan tetapi, kita tidak akan pernah bisa memahami kehendakNya, apalagi memastikannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H