Mohon tunggu...
Taufan Satyadharma
Taufan Satyadharma Mohon Tunggu... Penulis - Pencari makna

ABNORMAL | gelandangan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Apakah Diri Menjadi Lebih Tunduk dalam Bebrayan?

23 Mei 2021   18:18 Diperbarui: 23 Mei 2021   18:28 207
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bebrayan atau perkumpulan silaturahmi sudah dapat dipastikan akan menjadi pengalaman bagi kehidupan seseorang. Tak bergantung pada jarak, wilayah, ataupun jenisnya, melainkan pada kesamaan tujuan yang secara tidak langsung telah mempertemukannya.

Itupun tidak hanya satu, bisa jadi dua atau lebih yang pasti harus diguyubi tergantung itikad dari diri untuk menjaga ruang bebrayan yang telah terbangun. Meski pada umumnya lingkar bebrayan menjadi ajang silaturahmi, namun hal tersebut juga bisa melebar menjadi sebuah forum diskusi untuk rembug sesuati hal yang penting untuk kebermanfaatan yang lebih mendalam dan meluas.

Kebermanfaatan yang lebih mendalam memiliki makna untuk lebih meningkatkan kesadaran terhadap tiap orang perihal ekspertasi diri. Misalnya, bebrayan yang terjadi lebih fokus membahas hal-hal yang berkaitan dengan ilmu tentang kehidupan sehari-hari. Bisa secara sains maupun agama.

Sedang kebermanfaatan lebih luas bermaksud agar lingkar bebrayan yang terjadi memiliki efek tandang ke lingkungan yang lebih luas. Dalam hal ini kaitannya dengan sosial dan kultur yang banyak ada di lingkungan masyarakat. Tentunya hal ini sangat beragam bentuk dan jenisnya. Dan umumnya lebih formal.

Setiap individu yang terlibat dalam setiap lingkar bebrayan tentunya bukan menjadi kehendak yang bukan dirinya. Mungkin hal ini bisa terjadi, namun peran diri tidak akan menjadi optimal dan maksimal. Karena pada umumnya, setiap individu akan lebih tertarik apabila memiliki visi misi yang sama dengan selera pribadi masing-masing.

Sebuah upaya akan menjadi bisyaroh, baik secara materi maupun non-materi untuk menunjang keberlangsungan suatu perkumpulan agar lebih efektif dalam mencapai tujuannya. Semua memiliki kebebasan untuk memilih lingkaran mana yang akan menjadi medan juang yang bisa dilakukan secara kolektif.

Namun, penting untuk digarisbawahi bahwa yang menjadi faktor utama dalam lingkaran kebersamaan bukanlah hasil, melainkan bagaimana upaya untuk tetap menjaga api di setiap proses yang sedang berlangsung. Karena semua pasti mengandung ilmu ataupun hikmah yang bisa diambil. Bisa pada saat itu juga ataupun bisa jadi manfaat itu baru akan bisa dirasakan setelah beberapa rentang waktu ke depan.

Lalu, yang sering menjadi kelemahan diri dalam sebuah lingkaran kebersamaan adalah ketika ego atau selera diri terlalu dipaksakan agar semua memiliki selera yang sama terhadap dirinya. Hal ini yang sering menjadi dasar kekecewaan, ketidakpuasan, ketidakpedulian, ataupun kecemburuan yang akhirnya menjadikan hubungan merenggang. Terkadang kita mesti meredam ego diri dan berendah hati terhadap yang lainnya.

Kalau dalam sepak bola, kita mesti bisa bekerja sama dengan baik sebagai sebuah tim dan secara tepat menentukan lapangan pertarungan. Jangan sampai kita sebagai sebuah tim sepak bola malah bermain di lapangan hockey, misalnya. Secara regulasi hal tersebut sudah salah kaprah, sekalipun tim yang terbentuk sudah sangat kompak.

Kita berada di kehidupan yang sangat luas yamg mana sesuatu yang kita tidak ketahui lebih banyak daripada sesuatu yang kita ketahui. Kebersamaan setidaknya menjadi bekal awal untuk lebih bisa memberikan manfaaat secara luas. Sekalipun bersama, perlu ditekankan juga bahwa kita tidak pernah memiliki kekuatan untuk merubah apapun, karena subjek perubahan yang utama tetaplah Sang Maha Pencipta. Kita hanya dituntut untuk terus bekerja dan berupaya semaksimal mungkin. Untuk menjadi pribadi yang tunduk dan taat.

Segala bentuk varian rasa yang terjadi itu juga wajar pasti akan dialami. Karena kita manusia. Kalau ingin lebih ekstrim, menyuplik dari serial "Mouse", bahwa yang tidak bisa merasakan iri adalah pendosa, yang tidak bisa merasakan sombong, juga pendosa. Dan oleh sebab itu kehidupan akhirnya menjadi lebih dinamis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun