Keadaan yang sering kita kira tidak pasti di situasi pandemi, sebenarnya merupakan sebuah kepastian. Tidak harus diingatkan dengan datangnya saudara mikro organisme baru, seharusnya kita sadar bahwa kita selalu hidup di titik ketidakpastian. Hanya saja memang sudah menjadi kebiasaan dasar manusia, bahwa dirinya merasa mampu memastikan sesuatu di waktu yang akan datang melalui kecanggihan intelektualnya.
Sama halnya dengan acara Milad yang pada awalnya sudah ditentukan tanggalnya, mesti diundur karena bersamaan dengan aturan yang mesti kita dukung bersama. Terlepas dari segala konsekuensi, tentu ada sesuatu yang bisa dihikmahi bersama. Karena sebaik-baiknya kepastian yang bisa disepakati atau dipersiapkan, pada akhirnya tetap sebuah wujud keniscayaan.
Untuk menyikapi perubahan tanggal tersebut, para penggiat Maneges Qudroh lantas mengadakan pertemuan kembali untuk bermusyawarah mengatur jadwal kembali agenda Milad MQ yang ke-10. Beruntung, pertemuan yang diadakan secara spontan tersebut meninggalkan cerita tersendiri karena mendapat hadiah langsung dari Mbah Nun berupa video salam dan piweling yang dikhususkan buat anak cucu beliau di simpul Maneges Qudroh.
Setelah mendapati reschedule acara Milad yang mundur sekitar 10 hari dan tidak terjadi banyak perubahan rencana pada bagiannya masing-masing, arus koordinasi dan komunikasi khusus untuk acara Milad menemukan fase kesunyiannya. Baru pada H-2, ada salah satu dulur yang membagikan informasinya kalau saat ini sedang penerapan kembali aturan yang hampir sama pada tangal yang telah ditentukan kemarin.
Akan tetapi untuk kali ini tidak ada banyak tanggapan mengenai situasi tersebut. Nyatanya, semua juga telah dipersiapkan termasuk protokol kesehatan. Konsep acara yang menep/intim/"lebih ke dalam" juga menjadikan peserta dibatasi hanya sebatas undangan dan tidak dipublikasikan melalui media apapun sebelum acara terkait waktu dan tempat pelaksanaan Milad ke-10 ini.
Konsep yang dibawa pastinya mempengaruhi persiapan sebelum acara. Dengan bekal komunikasi yang baik, segala bentuk persiapan yang dilakukan oleh para penggiat pun seperti akan mengadakan sebuah pertunjukan besar yang akan dihadiri oleh banyak orang di sebuah ruang yang besar. Â Semuanya dilakukan seoptimal mungkin, sehingga hampir tidak ada istilah kata "nggampangke (menganggap mudah)" yang terdengar di antara para penggiat.
Mulai di malam hari H acara, fokus kegiatan sudah tertuju pada venue Milad MQ di Panti Cahaya Ummat, Dusun Ngroto, Mertoyudan. Penggiat yang bertanggung jawab akan penataan tempat sudah mulai menyiapkan segala kebutuhannya dibantu dengan dulur-dulur lainnya. Karena acara diselenggarakan pada weekdays, maka persiapan malam hanya dilakukan hingga pukul 02.00 karena keesokan paginya mesti harus melakukan rutinitas harian.
Namun bagi yang sehari-harinya memiliki kesibukan yang bebas dari aturan atau ikatan pekerjaan, menjelang siang sudah berkumpul kembali di Panti. Mengupayakan segala bentuk bantuan dan kebaikan agar bisa memaksimalkan persiapan acara. Akan tetapi, segala sesuatu yang baik juga merupakan bentuk keniscayaan. Segala proses baik tidak selalu menemui bentuk hasil ataupun apresiasi yang sama.
Seperti yang dialami oleh beberapa penggiat yang mengalami insiden laka sekalipun dalam rangka mengupayakan kebaikan. Apa jangan-jangan insiden itu juga merupakan sebuah bentuk kebaikan? Atau jangan-jangan ada yang salah dengan sudut, jarak, dimensi, atau paradigma penglihatan kita terhadap makna akan kebaikan tersendiri? Sekalipun seluruh manusia memiliki satu persepsi dan satu pemahaman bahwa sesuatu itu baik, apakah bisa kita sebagai manusia memastikan bahwa Allah juga memiliki pandangan yang sama?
"Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui." (2:216)