Mohon tunggu...
Taufan Satyadharma
Taufan Satyadharma Mohon Tunggu... Penulis - Pencari makna

ABNORMAL | gelandangan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Niteni Rasa dari "Al-Waduud" (Sang Maha Cinta)

11 Desember 2020   16:38 Diperbarui: 11 Desember 2020   16:55 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kita sering tidak sadar bahwa untuk mengalami sebuah progresivitas, kita dituntut untuk menemukan sebuah masalah. Dengan kata lain, kita tidak akan mengalami perubahan tanpa melalui sebuah ujian. Bisa jadi, keberadaan ruang bersama ini merupakan sebuah masalah yang tidak akan mampu diatas secara personal. Namun, dengan kebersamaan, tiada masalah yang tidak mungkin teratasi. Terlebih jika kebersamaan itu tercipta atas dasar sebuah pertemuan atas dasar cinta yang sama.

Tapi sekali lagi, yang perlu digarisbawahi adalah pesan Mbah Nun terkait perbedaan cara menyikapi situasi yang tidak bisa disamaratakan antara satu dengan yang lainnya. Tiap-tiap keluarga memiliki caranya masing-masing yang itu dianggap mampu menyelamatkan dan menambah imunitas keluarga sendiri. Barangkali jika kesehatan masih menaungi diri atau keluarga, hal tersebut tak lantas membuat tinggi hati sehingga berpotensi merendahkan yang lainnya. "Kita masih dalam keadaan ketidaktahuan massal!"

Rutinan sendiri bagi Maneges Qudroh merupakan cerminan diri antara masalah dan sebuah perubahan. Semakin bertambahnya waktu dan beranjak dewasa, berbanding lurus dengan kompleksitas masalah dan tanggung jawab yang menuntut untuk lebih meningkatkan kualitas diri secara komunal. Oleh sebab itu pula, meski dalam naungan cuaca yang tak menentu ataupun jarak yang begitu membentang, bahkan dalam situasi pandemi yang mencekam, rutinan Maneges Qudroh masih diberikan kesempatan untuk menggelar tikarnya di putaran yang ke-118 yang berlokasi di Panti Cahaya Ummat, Mertoyudan.

Dalam keterbatasan, kami diperjalankan untuk saling bermuwajah menuntaskan rindu. Kami dipersatukan untuk saling berbagi pengetauan dengan tema "Rasan Rasa". Dan dalam rutinan pula, kami beri kenikmatan setidaknya untuk saling bersedekah mengumbar tawa dan candanya. Tegambar jelas kebahagian tersebut nampak sebagai obat untuk mengusir kepenatan yang sedang mengurung hampir di segala wilayah aspek kehidupan sosial.

Perjalanan sinau bareng dimulai dengan ditandai pembacaan ayat-ayat suci Al-Qur'an oleh Bapak Sholeh. Sejenak, kata-kata mulia itu menjadi dasar tersirat dari acara yang akan menopang segala pengetahuan yang akan diwedar pada malam itu. Lalu, diperkuat dengan pembacaan beberapa wirid yang dipimpin oleh Mas Taufiq.

Mas Ipul sebagai moderator segera memposisikan diri setelah dipersilahkan oleh pembawa acara. Mengingat dalam putaran kali ini tidak ada narasumber utama. Tentu, moderator harus menguasai angkutan yang akan dikemudikannya agar sampai pada tujuannya. Akan tetapi, nampak Mas Ipul yang baru pertama kali membawa peran tersebut begitu percaya diri, meski tidak dapat menyembunyikan sedikit kegugupannya.

Sebagai awal perjalanan, Mas Ipul meminta Mas Topan untuk sedikit banyak menyampaikan mukadimah Rasan Rasa yang menjadi tema acara pada malam hari ini. Mas Topan menyampaikan bahwa, rasan rasa itu mengandung makna merasakan rasa. Dari sekian banyak spektrum rasa, Mas Topan berharap akan dapat menemukan cinta, yang mana hal tersebut akan menjadi keberlanjutan pembelajaran dari tema-tema sebelumnya, setelah kesungguhan, kesetiaan, rendah hati dan pengorbanan. Maka, sudah waktunya menurut Mas Topan untuk lebih mengenal dan merasakan cinta yang pasti semua sudah pernah merasaknnya.

Lantunan lagu dari Mas Sani sejenak mengisi jeda sebelum mendalami tema. Lagu-lagu yang sangat otentik karena merupakan hasil karyanya sendiri. Kalau forum ini mengikat dengan format diskusi, namun menurut Mas Sani, dirinya mengaku akan mencoba pendekatan rasa dengan caranya, yakni mencoba merangkul dengan lagu. "Maaf kalau sedikit melankolis, karena saya sendiri orang melancholia." kata Mas Sani.

dokpri
dokpri
Menegaskan "Siddiq" Sebelum Mengenal Bahasa "Ishq"

Berhubung tidak adanya narasumber, maka Mas Ipul menggabungkan tindakan strategis dan tindakan komunikatif dalam menentukan rute perjalanan sinau bareng kali ini agar tidak melenceng jauh dari tujuan. Hal ini diperkuat argumentasi dari Mas Bayu yang menyatakan bahwa dalam keadaan seperti ini, kita harus lebih menguatkan budaya apresiasi atau dengan kata lain saling menyediakan diri ketika moderator menginginkan jawaban, respon, atau sebuah tanggapan.

Perjalanan pun terasa lebih nyaman ketika semua elemen saling berkontribusi dan fokus untuk sebisa mungkin mengambil pengetahuan. Pak Dadik sebagai salah satu sesepuh di lingkaran Maneges Qudroh, turut memberikan respon. Namun, pertama-tama Pak Dadik merasa terhormat dapat bergabung dalam rutinan kali ini. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun