Mohon tunggu...
Taufan Satyadharma
Taufan Satyadharma Mohon Tunggu... Penulis - Pencari makna

ABNORMAL | gelandangan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Shalat sebagai Sarana Komunikasi dengan Tuhan

7 Desember 2020   16:28 Diperbarui: 7 Desember 2020   16:34 1401
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(lanjutan "Selalu ada Keretakan dalam Pencarian")

Jika kita ingin hubungan dengan Allah juga tetap terjaga, jangan harap kedamaian yang akan kita dapatkan. Kita benar-benar merindukan untuk menatap wajah-Nya atau hanya sekedar ingin mencari keselamatan. Toh kalau hanya sekedar keselamatan, kalau kita minta pasti dikasih. 

Tapi jangan sampai kita menjadi 'penghuni surga yang menangis'. Mungkin ada yang pernah mendengar tentang cerita itu. Kalau belum daripada menyibukkan diri dengan ngepoin orang lain, sejenak ganti waktu kepomu dengan ngepoin kisah 'penghuni seurga yang menangis itu'. Semoga ada.

"Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kebar gembira kepada orang-orang yang sabar." (Al-Baqarah 155)

Allah akan menguji kasih sayang kita kepada-Nya, apakan dengan kelaparan dan kekurangan harta kita masih akan tetap tunduk dan percaya atau malah mencari slempitan-slempitan syirik. Tetap menjaga gengsi dengan orang lain, atau lebih takut akan pandangan dan penilaian Allah terhadap kita. 

Ingat, Allah meliputi segala sesuatu. Dia cahaya langit dan bumi. Tidak ada cahaya, mata kita tidak akan bisa melihat. Jangan sombong, berkat cahaya-Nya lah kita bisa menikmati keindahan itu.

Kalau kita ingin bersyukur, Rasul pun menggambarkan jika lautan yang ada di dunia ini ibarat tinta, tinta sebanyak lautan itu tidak akan cukup untuk membalas syukur atas apa yang Allah berikan kepada kita dengan tulisan. 

Bahkan sebenarnya esai ini dari tulisan tangan sekitar tahun 2014 dan baru terdokumentasi sekarang. Biarpun double job, toh saya hanya berpikiran tinta seember mungkin sudah cukup dipakai seumur hidup,. Bagaimana kalau sebanyak lautan? Betapa masih kerdilnya syukurku.

Selama ini hanya dengan rasa ego kita, kita bisa secara frontal mengungkapkan rasa sayang ke orang lain. Saya juga berapriori ternyata kita masih setengah hati dan ragu-ragu dalam mengungkapkan rasa sayang kita kepada Allah. 

Dengan pacar kita selalu ingat terus, sewaktu-waktu mengungkapkan sayang via BBM, WA, atau Line. Tapi dengan Sang Khaliq, intensitas ingat kita masih jarang. 

Shalat berat, puasa jarang, dzikir pun sekedar komat-kamit keburu kepikiran belum bales BBM-nya sang kekasih. Bahkan, kita masih takut besok mau makan apa kalau lagi kena kanker (kantong kering). Seakan kita ragu, Allah tidak menjamin raga yang Dia pinjamkan kepada kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun