Kemolekan dan keharuman setangkai bunga di hamparan luasnya jagat merupakan sebuah keindahan bagi penglihatan. Selama kelopak, warna dan wewangian yang dihasilkan berada dalam ketaatan untuk memenuhi syarat keindahan. Sebaliknya, apabila hal tersebut memberontak , maka hilanglah sudah keindahan tersebut.
Bunga tersebut bagaikan kecerdasan di dalam tubuh manusia. Ia akan menjadi indah selama seluruh anggota tubuh menaati apa yang akal pikirkan. Kemampuan untuk belajar, kemampuan untuk membuat spekulasi atau bahkan pengetahuan itu sendiri tak lebih hanyalah "tubuh" bagi kemurnian. Ketika ingin belajar memahami sesuatu, ia mesti membuang inisiatifnya dan taat kepada aturan pemimpinnya, yakni kemurnian.
Seperti pesan Kanjeng Nabi, "mintalah fatwa kepada hatimu." Salah satu diantara karunia Allah yang diberikan kepada manusia adalah hati. Hati tak hanya memiliki peran untuk merasakan, namun juga sanggup untuk melihat, mendengar, bahkan meraba. Hanya saja, budaya pendidikan kita tidak pernah mengajarkan hal-hal sepeti itu.
Semua terlatih melihat sesuatu pada apa yang nampak dan logis di permukaan. Kita terbiasa melihat keharuman sebuah bunga atau kebermanfaatan seseorang melalui sebuah pemberian khususnya materi. Di sisi lain, laku seperti itu masih riskan akan tendensi muatan hidup meskipun tanpa menghilangkan muatan kebaikan mesti sebiji zharroh.
Bukankah "manusia dijadikan bersifat lemah." (4:28)? Bagaimana ia sanggup memberikan keharuman dan menjadi kembang jagat? Layaknya api, ketika kita memelihara sesuatu yang lemah, suatu saat ia akan menjadi besar dan melahap seluruh jagat. Padahal, "engkau memiliki budi pekerti yang agung." (68:4)
Kata-kata yang terangkai ini pun sebenarnya penuh muatan cinta. namun apabila Tuhan tidak berkehendak, seluruh atau sebaik apapun usaha dan daya kata-kata tetap tak mampu merasuk ke dalam hati kita masing-masing. Apabila Tuhan berehendak, satu percikan cahaya akan menjadi sangat terang. Memberikan kesejukan dan keharuman layaknya bunga di tengah jagat rimba.
Satu sentuhan kehendak Tuhan lebih baik daripada ibadah seluruh manusia dan jin. Berapapun usaha yang telah dilakukan manusia pun belum tentu mampu berselaras dengan kehendak Tuhan yang menjadikannya kembang jagat.
Dalam nuansa kemerdekaan. Dalam banyaknya usaha dan perjuangan yang mesti segera dilakukan. Dalam kurungan mesranya rahmat Tuhan melalui pandemi. Sediakah kita bersama-sama menapaki keindahan? Untuk tak berhenti berusaha pun berjuang sesuai kiblatnya masing-masing, sebelum nantinya mendalami kesungguhan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H