Mohon tunggu...
Taufan Satyadharma
Taufan Satyadharma Mohon Tunggu... Penulis - Pencari makna

ABNORMAL | gelandangan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Di Zaman Seperti Ini, "Sebenarnya Harta Sudah Bukan Sekedar Ilmu, Melainkan Iman"

24 Juni 2020   15:33 Diperbarui: 24 Juni 2020   15:39 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sinau Bareng Virtual Mocopat Syafaat Juni 2020

Seiring dengan kemudahan akses untuk saling berkomunikasi, beberapa sedulur dari Askabulkopi menyepakati untuk maiyahan bersama Mocopat Syafaat edisi Juni di tempatnya Mas Ipul, teman-teman sering menyebutnya TM atau cabang tepi utara karena biasanya tempat ini memang sering dijadikan titik kumpul bagi beberapa Jamaah Maiyah area perbatasan Kota dan Kabupaten Magelang hampir setiap hari.

Sedari pukul 19.30, salah satu sedulur sudah meng-update lokasinya sudah berada di lokasi. Satu demi satu menyusul ditemani dengan serabi dan kopi hangat yang telah disajikan oleh Mas Ipul dan temannya. Hingga 9 orang akhirnya terkumpul untuk mengikuti siaran tunda yang proses tayangnya juga ikut tertunda karena ada kendala teknis di sekitaran Kadipiro siang harinya. Tapi itu bukanlah permasalahan serius bagi para lelaki (kebetulan jomblo semua) yang sudah terlatih menunggu jodohnya selama puluhan tahun.

Akhirnya, sekitar pukul 11 malam, video pun sudah ter-upload. Rasa rindu pun akan sejenak terobati, terutama dengan kepastian hadirnya Mbah Nun langsung pada rutinan Mocopat Syafaat (dengan undangan terbatas) malam kemarin di Kadipiro.

Rasa rindu itu pun mulai menciptakan angan-angan dari memori yang selama ini terekam selama Mocopatan di Kasihan. Contohnya, ketika Mas Ramli membacakan ayat-ayat suci di awal acara, biasanya situasi di halaman depan TKIT Alhamdulillah mulai terisi penuh, sedangkan di luar masih renggang.

Terdengar lirih di telinga sayu-sayu mesra para pedagang alas tempat duduk yang setia menyambut kedatangan para jamaah dengan ketulusan. Atau ada yang datang langsung memesan Soto, meski setelah kenyang biasanya hanya tertidur selama maiyahan. Lain halnya dengan saya, yang selalu memetakan tempat-tempat strategis sebagai sebuah penanda kecantikan dan keindahan Tuhan yang seringkali dihadirkan dalam maiyahan, maklum.

Setelah pembacaan taddarus, video dipotong langsung skip ke Mbah Nun. Kami yang menanti sedari tadi nampak memperhatikan dengan seksama, bukan menanti petuah ilmu, melainkan raut kelegaan yang menghiasi seolah menjadi penanda rindu yang sedikit telah terobati. Mungkin hubungan yang terbangun tidak sebatas guru-murid, mbah-cucu, atau bapak-anak yang terkadang berbatas takdzim, mungkin saja raut itu menggambarkan kerinduan yang berangkat karena adanya ikatan cinta yang menembus batas-batas ikatan pada umumnya.

"Kita ini sedang berada dalam ketidaktahuan masal." Tutur Mbah Nun, dengan membukakan pandangan bahwa semua ilmu yang diterapkan baru sekedar spekulatif. Tentang perkara ketika memakai masker, ada tidaknya corona atau jan-jane corona itu sebenarnya justru tidak ada. Mbah Nun seolah tak lupa mengingatkan bahwa suatu nilai kebenaran hidup yang kita pegang, belum tentu kebenaran tersebut memberikan manfaat yang sama bagi orang lain. Oleh karena itu, beliau menekankan kalau kita juga mesti ikut menjaga keamanan dan taat kepada protokol kesehatan.

Andaikata kita belum diberikan sakit, setidaknya hal tersebut tidak untuk dipamer-pamerkan kepada siapa-siapa karena tidak bisa memberikan nilai objektif kepada banyak orang. Selain itu, hanya orang yang memiliki Allah-lah yang akan bergantung pada makrifat dan hidayah Allah Swt. Sekalipun corona mampu membunuh kapitalisme global, atau setidaknya mampu mengulur waktu sedemikian rupa. Namun, pada dasarnya sifat rakus manusia tidak akan berubah. Bukannya mati atau hancur, bukankah kapitalisme tersebut sekarang justru sedang ditunggangi dan dimanfaatkan?

Manusia itu hidup dengan 2 rumus menurut Mbah Nun, pertama manusia akan melakukan apa saja asalkan membuat mereka senang; yang kedua sebaliknya, orang jika takut mati, apa saja pasti juga akan dibeli asalkan mampu menunda waktu kematian. Lalu, diantara 2 rumus tersebut mana yang sedang mayoritas masyarakat lakukan? Lantas, siapa yang paling diuntungkan oleh keadaan ini?

"Jadi, bandhane awak dewe iki janjane dudu ilmu, tapi iman. Itupun hanya berlaku buat kita dan keluarga." Pesan Mbah Nun. Beliau menambahkan bahwa iman tersebut belum tentu bisa memiliki nilai yang sama dalam satu lingkungan baik sekampung, bahkan se-RT. Karena kalau dipaksakan justru bisa membuat situasi yang membahayakan orang lain sebab kondisi kita (para pejalan nilai maiyah) berbeda. Karena diluar sana menurut Mbah Nun masih banyak yang berwatak kapitalisme. Tidak ada Corona pun tetap memiliki mental "proyek".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun