Mohon tunggu...
Taufan Satyadharma
Taufan Satyadharma Mohon Tunggu... Penulis - Pencari makna

ABNORMAL | gelandangan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Beruntung Tuhan Tidak Berkata "Terserah"

21 Mei 2020   22:35 Diperbarui: 21 Mei 2020   22:28 178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kita ini siapa? Kok gemar sekali memaksakan kebenaran dan mengumpat orang lain yang berjalan berbeda arah dengan cara pandang kita. Beberapa waktu yang lalu saat pertama kali pemerintah menerbitkan larangan mudik, saya sempat membuat esai "Jangan Bersedih! Pulanglah Kalau Engkau Ingin!". 

Itu saya tulis bukan karena saya ingin berbeda dengan pemerintah, melainkan hanya memberikan fasilitas kepada mereka yang ingin menjumpai hari fitrah itu bersama-sama dengan keluarganya. 

Urusan kita seharusnya adalah turut menitipkan salam. Kalaupun toh niatnya bukan itu, misal pamer dan lain sebagainya, biarlah itu menjadi urusan pribadi mereka.

Belajarlah untuk saling menyelamatkan, bukan saling menjerumuskan. Saling mempercayai, bukan saling berprasangka. Saling berendah hati, bukan saling menanti ketinggian hati atas sesuatu hal yang belum pasti. Tapi, Tuhan telah berfirman, "Sesungguhnya orang-orang yang memecah belah agamanya dan mereka menjadi terpecah ke dalam golongan-golongan, sedikitpun bukan tanggung jawabmu (Muhammad) atas mereka. Sesungguhnya urusan mereka kepada Allah." (6:159)

Beruntung Tuhan tak lantas mengatakan 'terserah Aku' kepada manusia. Karena jauh sebelumnya, mereka hanya memohon dengan ketinggian hati atas kebenaran sangkaan yang dimilikinya atas segala keadaan yang sedang dihadapi. "Tetapi mengapa mereka tidak memohon (kepada Allah) dengan kerendahan hati ketika siksaan Kami datang menimpa mereka? Bahkan hati mereka telah menjadi keras dan setan pun menjadikan terasa indah bagi mereka apa yang selalu mereka kerjakan." (6:43)

Biarlah, apapun saja yang diyakini sesuatu yang berasal itu baik bagi diri mereka. Semua memliki wilayah ijtihad dari perannya masing-masing. Apabila kita menanam sebuah tumbuhan dan ketika buah itu matang, apakah mereka dapat saling melontar-lontarkan kata terserah agar kita (yang menanam) segera membinasakan salah satunya ketika panen (penghancuran) itu tiba?

21 Mei 2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun