Dari pengetahuan sehari-hari kita mampu mendapatkan banyak hal apabila kita mengarungi perjalanan dengan penuh kerendah-hatian. Beratus-ratus chat masuk melalui grup WA, belum gambar-gambar visual yang terpapar di dunia Instagram atau facebook.Â
Belum lagi dari labirin twitter yang informasinya memang nampak seperti cuitan burung yang tak pernah henti layaknya logo media tersebut. Oiya, masih dari berita-berita televisi yang membuat konten berita sudah pasti membutuhkan isu yang membuat adrenalin para pemirsa terpancing untuk menyimaknya.
Kebenaran informasi dikesampingkan, hingga fungsi kontrol para jurnalis terhadap informasi yang disajikan sangat diperlukan tanggung jawabnya.Â
Media-media terlalu sering menyampaikan bebagai informasi tanpa pandang bulu, benar atau salah. Karena tendensi utama penyebaran berita tidak lagi kebenaran, tetapi kecepatan. Bukan lagi kerendah-hatian subjek pewarta, namun kesombongan. Bukan lagi mengutamakan kebermanfaatan, tapi sudah sembrono ingin menunjukkan pengaruhnya.
Klarifikasi sering datang terlambat disaat suatu berita sudah tidak booming lagi, kenapa? Karena memang yang menarik dari sebuah berita adalah kecemasan, bukan kebahagian.Â
Sebuah isu lebih laku terjual daripada fakta-fakta. Kriminalisasi lebih menarik untuk ditonton daripada acara-acara agriculture. Terntu, itu tidak seutuhnya, melainkan hanya perbandingan mayoritas-minoritas.Â
Terlebih kasus kriminalisasi akhir-akhir ini kalah menarik oleh informasi gosip artis dadakan bernama Covid-19, sehingga apapun berita terkait pencurian, kekerasan, selalu dikait-kaitkan oleh Covid-19 biar numpang tenar.
Memang sebelum kasus Corona tidak ada pencurian atau penjarahan? Atau mungkin sudah ada studi kasus atau sebuah penelitian yang menyatakan tingkat pencurian meningkat setelah datangnya Corona? Apakah pageblug memang diinginkan menjadi kasus paceklik? Bukan oleh sebab keadaan, namun akibat ulah orang-orangnya sendiri?
Peran media sangat sakral dalam mempengaruhi pikiran manusia yang menerima informasi yang didapat. Hebatnya, daya pikir manusia mampu mengarahkan segala sesuatu sesuai dengan apa yang diinginkannya.Â
Bayangkan saja, jika pikiran manusia di semesta raya ini penuh dengan piemikiran positif. Kita tidak perlu cemas akan kelaparan, kekurangan, dsb. Karena semua insan saling membantu dan tolong-menolong. Lalu datanglah kemudahan informasi melalui media-media, apa jadinya?
Pikiran manusia cenderung mudah gelisah dan khawatir akan segala sesuatu di masa yang akan datang. Pikiran manusia jadi lebih mudah diarahkan ke dalam situasi-situasi yang sudah direncanakan oleh penguasa-penguasa media untuk mengarahkan pola pikir manusia menuju keadaan yang mereka inginkan. Penguasa media bukan berarti pemilik perusahaan suatu media.