Mohon tunggu...
Taufan Satyadharma
Taufan Satyadharma Mohon Tunggu... Penulis - Pencari makna

ABNORMAL | gelandangan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tatapan Pengemis Syafaat

13 Desember 2019   16:00 Diperbarui: 13 Desember 2019   15:59 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi : fotografi.bogor

Matahari mulai menerik pada kisarannya, sebelum angin mulai menari-nari menghempaskan apapun yang menghalangi gemulainya. Ketika aku meneduhkan raga dari kisarannya, duduk di depanku seorang lelaki setengah baya begitu lahapnya mengisi ulang energinya karena pekerjaan yang membutuhkan tenaga berlebih. Sedangkan banyak para orang tua membekali ilmu kepada anak-anaknya supaya menghindari resiko keletihan dalam bekerja, dengan harapan hasil (terutama upah) yang maksimal.

Bandingkan dengan mereka yang para intelektualis cendekiawan atau diktator negarawan yang hanya membutuhkan segelintir permainan kata-kata, sudah dapat mengantongi berkali-kali lipat dari apa yang bapak ini terima dalam satu bulan. Tidak begitu memperdilikan aktualisasi dan realisasi atas kata-kata yang mereka mainkan.

Lantas apa yang diharapkan? Supaya dapat memberikan manfaat sebesar-besarnya kepada kehidupan di sekitarnya. Agar tidak dipandang rendah oleh orang lain, karena orang tua pasti tidak tega melihat anak-anaknya direndahkan. Namun apa yang terjadi jika negara dimana mereka tinggal justru melakukan hal yang sedemikian rupa sekalipun atas nama pembangunan?

Jika kita memikirkan negara mungkin skalanya terlalu besar, terlebih masing-masing dari pribadi kita masih sangat sulit untuk menepati konsekuensi atas kata-kata yang diucapkannya. Bahkan di lingkungan yang 'katanya' paling menjungjung persaudaraan, kebersamaan, kejujuran, bahkan keterbukaan. Ternyata masih banyak juga yang justru terpeleset --karena terlalu nyaman dengan keadaan yang cair- oleh sifat nggampangke atau menganggap enteng kata-kata yang telah diucapkan.

Mengingatkan satu sama lain dalam lingkungan seperti itu pun serba salah, nanti pasti disangka terlalu perhitungan terhadap saudara sendiri, tidak empati karena kehilangan solidaritas, bahkan dianggap pelit. Sangat sedikit yang berani menerobos prasangka-prasangka yang telah sedemikian rupa untuk membangun kembali cara pandang tentang penghidupan, terlebih terus belajar meluaskan cakrawala pandangan hati tentang kehidupan itu sendiri yang sangat kompleks.

Dan kenapa kita mesti menutup mata kepada perjuangan-perjuangan yang merupakan wujud sebuah pernyataan asih kepada sesuatu yang dicintainya. Kita selalu saja mengais-ngais perhatian sedang kita enggan untuk mengapresiasi. Manusia terkadang berlebihan menyatakan kebenaran pemikiran sementaranya, disaat mereka juga selalu menjadi pengemis syafaat di setiap waku.

Adakah manusia yang tidak menjadi pengemis? Mereka hanya sering memandang pengemis sebagai seorang pemalas bahkan (maaf) dipandang sebelah mata, sedangkan mereka tidak menyadari bahwa dirinya juga hidup sebagai seorang peminta-minta. Mereka merintih-rintih kepada tuannya atas keselamatan dan kenyamanan hidupnya. Bahkan terkadang mereka berani mengancam tuannya apabila tingkat kesejahteraannya tidak diperhatikan.

Manusia hanya sering tertipu oleh egonya sendiri, bahkan mungkin sudah berada pada level dipermainkan. Manusia kebingungan atas keadaan-keadaan yang menerka begitu saja. Manusia merasa terampas haknya untuk mendapatkan kenyamanan dan keselamatan. Bahkan, manusia terkadang minder dan iri terhadap kenyamanan yang didapati oleh orang lain.

"Andai saja manusia tidak teralihkan oleh hijab-hijab yang dibangun oleh segala sistem kehidupan ini."

"Tapi mungkin jika semua menjadi baik, kehidupan tidak akan semenarik ini."

"Ya sudah, pertama-tama urus saja dirimu sendiri agar keselamatan dan kenyamananmu terwujud."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun