Iki zaman, zamane zaman edanÂ
Iblis setan keilangan panggaweanÂ
Iki zaman, zamane zaman edanÂ
Mangan lemper, dibeset metu setanIki zaman, zamane zaman edanÂ
Seng edan ora kuat banjur edanÂ
Iki zaman, zamane zaman edan
Lungo haji malah dibandem setan
"Tembang Setan yang pernah dipentaskan dalam teater Tikungan Iblis diatas, karangan Emha Ainun Najib atau sering kita kenal Cak Nun"
Sejenak kita maknai lirik di atas sangat cocok dengan keadaan zaman sekarang. Di mana zaman sudah terlanjur gila tanpa arah dan tujuan yang jelas.Â
Seakan kejeniusan manusia membuatnya berinisiatif melakukan pekerjaan setan tanpa harus digoda-goda lagi oleh bisikan setan. Sehingga para setan pun mulai kehilangan pekerjaan utamanya untuk menggoda manusia.
Lantas mengapa keadaan bisa menjadi seperti ini? Apakah itu hanya perspektif kita yang menganggap negatif atau su'udzon kepada saudara-saudara kita?Â
Kacamata apa yang kita pakai sehingga menimbulkan perspektif sedemikian rupa? Ataukah ini memang skenario Tuhan agar kita bisa saling bermesraan? Atau jangan-jangan apa yang kita rasakan hanyalah sebuah istidraj? Mengapa kita sebegitu cemasnya sehingga timbul pertanyaan-pertanyaan ini?
Kejahatan akan terlihat sangat janggal jika tidak ada kebaikan, pun sebaliknya. Makna kejahatan yang selalu timbul sengaja diciptakan untuk membuktikan kalau Tuhan Maha Pengampun. Karena kita sebagai manusia pun tidak akan pernah luput dari yang namanya khilaf atau dosa.Â
Sehati-hatinya kita pasti akan terpeleset juga. Dan ini bukan masalah kesalahan atau tindakannya, akan tetapi semata-mata hanya karena kita lebih diajarkan sikap syukur, ikhlas, tawadhu', dan selalu bermuhasabah terhadap diri sendiri.
Andai kita bayangkan semua keadaan ini tidak edan, kesempatan kita untuk memaknai kebaikan pasti akan sangat sempit. Pengetahuan kita tentang meminta maaf dan memberi maaf akan sangat kecil.Â