Mohon tunggu...
Taufan Satyadharma
Taufan Satyadharma Mohon Tunggu... Penulis - Pencari makna

ABNORMAL | gelandangan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Apa Tujuan Hidupmu?

17 Juli 2019   16:39 Diperbarui: 17 Juli 2019   16:45 190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pertanyaan diatas seakan menjadi sebuah hal yang mudah bagi anak kecil, akan tetapi menjadi sebuah pertanyaan yang cukup menyulitkan ketika mereka tumbuh dewasa. Pada masa kecil mungkin kebanyakan anak laki-laki ingin menjadi sorang pilot atau aparat Negara karena profesi tersebut terlihat keren. Bisa menerbangkan pesawat dan terbang tinggi mengarungi langit, melihat cakrawala dari atap dunia. Sedang anak perempuan kebanyakan ingin menjadi seorang dokter atau artis terkenal. 

Menyembuhkan setiap orang sakit bak seorang dewa penolong dan dapat membantu setiap orang. Itulah yang mayoritas menjadi tujuan atau cita-cita ketika masih kanak-kanak. Antara dua perbedaan tersebut mengindikasikan naluri seorang laki-laki atau perempuan. Anak laki-laki punya naluri melindungi dan ingin mencapai sesuatu setinggi-tingginya. 

Sedang anak perempuan memiliki naluri merawat, memperhatikan, di satu sisi juga ingin menjadi pusat perhatian. Suatu judge atau subjektivitas penulis tersebut didapat melalui hasil pandangannya selama ini dalam dunia pendidikan.

Tapi apa jadinya ketika mereka ditanya ketika menginjak dewasa? Sebagian dari mereka mungkin akan berpikir atau langsung bereaksi "pertanyaan apa ini?". Bertahun-tahun bahkan berpuluh-puluh tahun mereka mengenyam dunia pendidikan tidak pernah materi atau tidak pernah sekolah mengajarkan tentang tujuan hidup yang harus menjadi patokan atau dasar dalam mengarungi kompleksitas masalah kehidupan di masa mendatang, ketika mereka menginjak dewasa dan harus bisa memutuskan sesuatu sendiri. 

Seolah mereka hanya diajari cara berhitung hingga dapat mengerti benar/salah atau untung/rugi. Diberitahu soal kebutuhan manusia yang tidak pernah puas tanpa pernah diajari hakikat kebutuhan itu sendiri atau darimana kebutuhan itu berasal. Mereka dilatih untuk mengenal sesorang tanpa pernah dilatih untuk mengenal siapa dirinya sebenarnya. 

Seperti selalu dijejali atau disuap dengan materi terus dengan wadah yang mungkin belum cukup untuk menampung seluruh materi tersebut. Dan pada akhirnya banyak yang tumpah tercecer kemana-mana dan hanya sebagian materi yang diingat ketika mereka dewasa. Ya hanya "materi" dan akhirnya mereka memandang segala sesuatu hanya sebatas "materi".

Dari hasil penelitian acak yang mengambil sampel para pemuda/i yang pada beberapa tahun mendatang menjadi pemimpin-pemimpin Negara, sebuah kelompok, bagi keluarganya, atau paling tidak menjadi pemimpin bagi dirinya sendiri. Mayoritas jawaban mereka tentang tujuan hidup adalah sukses dunia akhirat setelah mereka membutuhkan waktu yang cukup lama untuk menjawab. 

Mereka hanya memandang tujuan yang pasti baik bagi mereka, yaitu sukses. Inilah yang menjadi persoalan sukses dipandang sebagai suatu keberhasilan, bukan suatu keselamatan jika berbicara tentang dunia dan akhirat. Sukses adalah akibat dari suatu iklim budaya, dan jika ditempatkan di tujuan hidup itu sendiri akan dipandang dari segi materi atau kekuasaan. 

Sekarang pertanyaan yang muncul ialah apa tolak  ukur kesuksesan itu sendiri hanya diukur dari segi materi atau kekeuasaan saja? Jika memang iya, apakah ada yang bisa menjamin setiap orang bisa sukses? Walaupun di zaman modern dimana setiap orang pasti mendapatkan pendidikan selama berpuluh-puluh tahun. Apakah sekolah bisa menjamin setiap siswanya sukses dengan diajarkan berbagai materi? Dan pada akhirnya memang materi dan kekuasaan yang menjadi tujuan hidup dan dipandang sebagai orang sukses.

Hal di atas hanya baru menjabarkan sukses yang dimaksud dalam dunia. Sekarang apa sukses di akhirat? Pasti semua tahu jika yang dimaksud disini adalah masuk surga. Berarti harusnya keselamatan, bukan sebuah kesuksesan jika dihubungkan dengan akhirat. Soalnya tidak ada yang tahu dimana besok mereka akan ditempatkan. 

Mereka seakan lupa akan dirinya sendiri, betapa egois dirinya ingin mendapatkan kekuasaan dan materi yang berlimpah, serta ingin dimasukkan di surga. Mungkin Allah hanya tersenyum melihat hamba-hamba-Nya yang pintar tersebut menjawab pertanyaan tentang tujuan hidup jika jawabannya seperti itu seraya berkata,"memangnya Aku ciptakan surga dan neraka hanya sebagai tujuan hidupmu wahai manusia?" Jika manusia hanya mengejar sukses dunia(materi dan kekuasaan) sebagai tujuan hidup apakah akan berakibat pada dimasukkannya dia di dalam surga? Tentu saja tidak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun