"Iya, aku aja denger koq. Karena begitu cepatnya dia melafadzkan ayat itu, maka suaranya jadi terkesan lirih. Tadi aja aku bilang 'amiin' ketika dia selesai baca Fatihah." Terang si Z.
Imam pun menjadi salah tingkah. Namun, dengan wajah lugunya ia berkata, "aku kan mung menguji kekhusyukan kalian."
Karena sedari tadi hanya workshop-workshop yang dibahas sebagai salah satu jalan untuk meningkatkan skill pada bidang tertentu.
"Jangan-jangan dulu pas kamu kecil, ketika ada workshop Al-Fatihah pasti bolos, yaa?"
Sepenggal obrolan itu menjadi suatu kesan tersendiri bagi saya sendiri terutama karena mampu membawa suasana tawa yang tak henti. Di saat, tawa sendiri menjadi sesuatu yang sulit keluar dari para pemikir ini. Bahwa apa yang dapat diambil adalah kesalahan tidak harus selalu dihadapi dengan ilmu-ilmu yang tambah mempertegas kesalahan itu. Akan tetapi, kita bisa membungkusnya dengan kebahagiaan yang tidak menimbulkan kesan semakin menjatuhkan, hanya sedikit rasa malu saja. Mungkin.
Menjelang malam, sebelum acara rutinan di daerah tersebut dimulai. Kami diajak berendam air panas. Dan kehangatan tersebut ternyata mampu membuat sedikit perbedaan untuk kembali mengarungi malam Negeri Khayangan yang dingin ini. Entah berapa cangkir kopi yang habis dalam jangka waktu 2 hari menuju hari ketiga ini.
1 jam sekiranya menjadi waktu yang tersisa menjelang waktu shubuh untuk sejenak beristirahat, sebelum perjalanan kami lanjutkan menuju kaki Gunung untuk menikmati matahari menampakkan dirinya menyapa semesta. Setiap akhir dari perjalanan ini adalah awal kelahiran untuk menerapkan kebermanfaatan bagi lingkungannya. Pokoknya, jangan sampai bolos workshop!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H