Mohon tunggu...
Taufan Satyadharma
Taufan Satyadharma Mohon Tunggu... Penulis - Pencari makna

ABNORMAL | gelandangan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menangkal Potensi Lupa dengan Zikir dan Takwa

24 Juni 2019   16:08 Diperbarui: 24 Juni 2019   16:14 179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
taken by @andryesetya

Memasuki tengah malam, jemaah disegarkan kembali oleh candaan dari Mas Asih, sorang dalang yang berasal dari Magelang. Ia seorang dalang tanpa dresscode beskap ataupun membawa wayang-wayangnya. Lalu, Mas Asih ndalang dengan membayangkan andaikata seorang Cak Nun akan dilantik menjadi seorang Presiden Republik Maiyah Indonesia. Mas Asih bercerita ketika seorang Cak Nun ini akan dilantik sebagaimana pejabat lainnya yang mengucap sumpah janji dengan meletakkan Al-Qur'an di atas kepalanya. "Sek-Sek, aku ra perlu dienekke iki (memposisikan Al-Qur'an di atas kepala) wong Al-Qur'an ki wes mesti nancep ning njero atiku!" ucap masih mengungkapkan bayang angannya. Seketika itu seluruh jamaah tertawa tak terkecuali Cak Nun sendiri yang menikmati candaan tersebut.

Lalu, Mas Asih mengibaratkan lagi jika Cak Nun menjadi presiden, rapat paripurna diadakan tak seperti biasa di gedung mewah. Akan tetapi bersama para menterinya, Cak Nun mengadakan rapat dengan lesehan. Mas Asih juga meniru beberapa khas Cak Nun ketika memberikan arahan kepada para sedulurnya yang diiplementasikan pada kesempatan itu. Jamaah hanyut dalam kegembiraan seketika, karena mungkin dalam benak para jamaah selama ini, hal tersebut merupakan sesuatu yang diimpikan dan hanya bisa terpendam. Seperti ada yang mewakili perasaan-perasaan tependam para jamaah dalam candaan Mas Asih. Begitupun Cak Nun, yang begitu mesra mengumbar senyumnya ketika Mas Asih tampil sebagai dalang.

Memasuki pukul 02.00, giliran master of poetry begitu Cak Nun memanggil Mbah Mus, yang akan menampilkan beberapa puisinya, salah satunya ia beri judul "tipu melawan muslihat melawan siasat" Puisi-puisi dari Mbah Mus ini merupakan salah satu bagian acara di Macapat Syafaat yang selalu dinanti-nanti. Seperti energi yang menambah kekuatan dikala harus duduk belajar semalam suntuk. Terutama bagi para jamaah yang rutin mengikuti acara maiyah ini.

Di akhir acara Mas Sabrang menjawab beberapa pertanyaan dari jamaah. Salah satunya adalah pertanyaan salah satu jamaah mengenai rumus matematika. Mas Sabrang menganalogikan bagaimana menemukan hasil 6 dari susunan 3 angka yang sama. Mas Sabarang mencoba mengajak jamaah untuk menemukan bersama mulai dari angka 2-9, kemudian bagaimana 1 dan 0 bisa menemukan hasil 6. Penjumlahan, perkalian, pembagian, akar, faktoralisasi bisa diibaratkan sebagai jalan untuk menemukan 6. 

Dan ternyata banyak jalan untuk menemukan hasil, tapi kebanyakan manusia sekarang sering memakai cara yang rumit daripada yang sederhana. Bagaimana angka 0 pun yang Mas Sabrang ibaratkan sebagai sebuah ketiadaan bisa menjadi atau menemukan hasil 6 dengan jalan tertentu. "Ilmu yang ada jika tidak untuk kedekatan kepada Tuhan dan bermanfaat bagi manusia itu berarti ilmu itu tidak ada gunanya." Pesan Mas sabrang di akhir kata.

"Ribuan orang berkumpul jam setengah 3 sinau matematika yo gek iki dan mungkin mung ono ning kene." Kata Cak Nun yang menganggap itu sebagai sebuah hidayah dari Allah. "Semakin kurang tidur, semakin kuat ingatanmu. Semakin kurang makan juga akan semakin menambah daya ingatmu. Buktine aku." Nasihat Cak Nun untuk memblokade potensi-potensi Lupa. Sekitar pukul 03.00 Acara pun diakhiri dengan satu Lagu dari Kiai Kanjeng dan doa bersama .

Kasihan, Bantul, Oktober 2018

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun