Mohon tunggu...
Taufan Satyadharma
Taufan Satyadharma Mohon Tunggu... Akuntan - Pencari makna

ABNORMAL | gelandangan

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Rindu yang Mendusta

23 Maret 2019   11:26 Diperbarui: 23 Maret 2019   12:03 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Terkadang perasaan rindu ini terlalu berat untuk dipendam sendiri. Hanya berbicara dengan sunyi seolah berbicara sekeras apapun hasilnya akan terasa sama. tidak akan ada yang benar-benar mengerti. Lagi pula akupun enggan untuk berharap terlalu banyak ketika aku berbicara. Karena makna akan selalu terurai dengan sendirinya menjadi laku, tergantung bagaimana Dia akan menumbuhkan niatmu.

Sudah lama aku tak berjumpa denganmu. Walau ketika kita bertemu, tak pernah ada tatap ataupun sapa. Tapi kehangatan selalu serasa, menaungi pertemuan yang tidak wajar tersebut. Dia selalu sibuk bermesraan dengan orang lain, tapi itu dilakukan bukan karena keinginannya. Karena ia terlalu peka untuk sekedar membaca situasi, bahwa banyak yang sedang membutuhkannya.

"Bagaimana mungkin aku memintamu menatapku? Jika melihat lelahmu saja, rinduku tersingkup malu."

"Bagaimana mungkin aku menyapamu? Jika mendengar suaramu saja, sudah sangat cukup untuk mengisi kesunyianku."

Detak ini hanya ada pada satu titik yang tersembunyi. Tapi hal tersebut tidak akan pernah selalu bersembunyi karena kita bisa melihatnya, salah satunya berada di pergelangan tangan. Tapi detak itu secara waktu tidak berdetak di rentang waktu yang sama. Begitupun rasa ini kepadamu yang kurindu, ia selalu bersembunyi, namun geraknya selalu mewujudkan kerinduan itu dalam rentang waktu yang berbeda.

Dimana aku selalu bertarung melawan aku. Ketika rindu menyelimuti seluruh kalbu, semua gerak akan terasa tidak berarti. Cukup berdiam diri. "Bodoh!" Ucapku yang lain. Bukan berarti kamu pasrah bermalas-malasan dan berdiam diri. "Apakah yang kamu rindu akan tersipu ketika kamu hanya bermalas-malasan walau itu karena rindu yang tak terelakkan?"

"Yang kamu rindu pun tak menginginkan itu. Dalam diam ia selalu mananti upayamu agar bisa dijadikan suatu alasan bertatap muka, atau hanya sekedar saling sapa."

"Lantas, bagaimana denganmu? Aku hanya takut suatu saat seluruh gerakku akan membuatku lupa denganmu. Apakah memang itu yang kamu inginkan?"

"Jangan khawatir, ketika kamu duduk bersandar di sela lelahmu. Dan terbesit tentang aku. Saat itu pula aku duduk disampingmu."

Setidaknya dengan itu kamu akan bertahan dengan segala rindu yang sengaja kau timbun sendiri. Tentang kemana dan menjadi apa rindu itu, pun sekeras apapun kamu melantangkannya dengan caramu. Tetap saja segala daya dan upayamu tidak bisa bertabrakan dengan frekuensinya, kecuali kalau memang sudah selaras. dan jika rindu ini tak sengaja terdengar olehmu, biarlah segala kata ini menjadi surat dustaku.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun